Jakarta,ebcmedia– Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyebut, untuk merealisasikan program Kalaju (Kampung Nelayan Maju) secara terintegrasi dibutuhkan anggaran antara Rp 1,5 hingga Rp 2 miliar per satu kampung nelayan.
Anggota Komisi IV DPR RI saat Rapat Kerja dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mempertanyakan realisasi dari program Kampung Nelayan Maju (Kalaju) yang telah diluncurkan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kalaju merupakan sinergi beragam kegiatan untuk mewujudkan kampung nelayan yang tertata, maju, bersih, sehat, nyaman, mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas kehidupan nelayan dan keluarganya.
“Program Kalaju tidak bisa dilaksanakan secara sporadis. Karena, harus diinventarisir dari hulu ke hilir. Contoh di satu kampung ada prasyarat, di situ harus ada dermaga, berapa jumlah nelayannya, sekecil apapun harus ada dok, pabrik es, cold storage, SPBN, dan prasarana serta fasilitas lainnya,” jelas Menteri Sakti di ruang Komisi IV DPR RI, Senin (12/6/2023).
Menteri Sakti berpandangan, idealnya program Kalaju bisa direalisasikan di seluruh kampung nelayan di Indonesia. Hanya saja, pada pelaksanaannya masih ditemui kendala.
Menurutnya, jika semua kampung nelayan dipenuhi persyaratannya tersebut, minimal membutuhkan dana sekitar Rp 1,5 miliar hingga Rp 2 miliar untuk satu model Kalaju di kampung nelayan.
“Yang kita pikirkan adalah satu pembangunan terintegrasi. Jika di satu kampung nelayan butuh dana Rp 2 miliar, maka tidak cukup. Caranya? Kita buat model, nanti kita sampaikan kepada Menteri Bappenas dan Menteri Keuangan. Harapannya dengan model itu, ketika kita install Rp 2 miliar, hasilnya akan ada pertumbuhan berapa besar,” paparnya.
Sakti menyampaikan, program Kalaju akan melibatkan koperasi yang mempunyai peran untuk maintenance operasional dermaga, cold storage, menyediakan SPBN, pabrik es, dan lainnya.
“Kami mencoba merancang seluruh pihak terkait. Inisiatornya dari Dirjen Tangkap. Dirjen Daya Saing bertanggung jawab terhadap penyediaan cold storage dan pabrik es. Dirjen Budi Daya bertanggung jawab ketika bukan musim laut di kampung nelayan itu masih bisa melakukan budidaya ikan. Misalnya dengan bioflok atau sistem budidaya ikan lainnya,” ujarnya.
Sakti mengutarakan bahwa KKP sudah membuat suatu model pemberdayaan kampung nelayan ini sejak 2023. Harapannya, di 2024 bisa lebih besar. Karena jumlah kampung nelayan ribuan. KKP telah melakukan pemberdayaan terhadap 10 kampung nelayan pada 2023. Ke depan, model ini bisa direplikasi ke daerah-daerah lainnya.
“Kita akan data seluruh kita akan data by name, by adress. Lalu akan kerja sama dengan Kementerian Koperasi untuk untuk dihidupkan koperasinya. Ini satu contoh, ada 1200 orang satu kampung, kita jadikan anggota koperasi, lalu manajemennya dibantu dulu dari Kementerian, baik KKP maupun Kementerian Koperasi,” imbuhnya.
Sakti ingin menggali lebih jauh lagi model pemberdayaan kampung nelayan ini dengan Komisi IV DPR RI. Termasuk mencari kesepahaman di kampung nelayan mana lagi model ini akan direalisasikan. Pasalnya, tidak mungkin diaplikasikan di semua kampung nelayan. (Syarif)