Jakarta, ebcmedia – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi atau nota keberatan Rafael Alun terhadap surat dakwaan dari JPU KPK.
“Mengadili, menyatakan keberatan terdakwa tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa saat membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/9/2023).
Hakim menyatakan surat dakwaan Jaksa telah cermat serta memenuhi syarat formil dan materiil. Hakim juga memerintahkan jaksa untuk melanjutkan kasus ini ke tahap pemeriksaan perkara dan menghadirkan saksi-saksi persidangan.
“Menimbang bahwa karena keberatan dakwaan a quo, tidak berlandaskan hukum maka keberatan tersebut patut dinyatakan tidak diterima dan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan,” terang Hakim Suparman Nyompa.
Sebelumnya, mantan Kepala Bagian Umum Kanwil Ditjen Pajak itu mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan dari JPU KPK yang menilai surat dakwaan sudah kadaluwarsa.
“Memohon agar kiranya majelis hakim yang mulia untuk berkenan menjatuhkan putusan menyatakan penuntutan dari penuntut umum terhadap perkara pidana 75/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt.Pst gugur karena kadaluarsa,” ujar kuasa hukum Rafael Alun.
Namun, jaksa menolak eksepsi Rafael Alun karena tidak masuk akal dan tidak berdasarkan hukum.
“Sehingga dalih penasihat hukum terdakwa yang menyatakan Dakwaan Kesatu dan Kedua Penuntut Umum melanggar ketentuan tentang daluwarsa adalah tidak berdasarkan hukum dan haruslah ditolak,” kata jaksa. Rabu (13/9/2023)
Menurut jaksa, setiap pelaku tindak pidana korupsi akan mengalami kadaluwarsa dalam kurun waktu hanya 18 tahun, maka pelaku kejahatan akan melarikan diri selama waktu hukum yang ditentukan kemudian kembali setelah batas waktu habis.
“Jika perbuatan tindak pidana korupsi maupun TPPU dihitung daluwarsa sejak tindak pidana dilakukan, akan membuat orang yang melakukan tindak pidana tersebut tidak bisa dihukum akibat sudah melarikan diri dan/atau menghilangkan barang bukti dan muncul kembali setelah 18 (delapan belas) tahun demi menunggu daluwarsa penuntutan,” terang jaksa.
Sebelumnya, Rafael Alun didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp16,6 miliar bersama istrinya, Ernie Mieke Torondek.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima gratifikasi, yaitu menerima uang seluruhnya berjumlah Rp 16.644.806.137 (Rp 16,6 miliar),” ujar jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (30/9/2023).
Jaksa mengatakan Rafael Alun mendirikan perusahaan dan menjadikan Ernie, istrinya menjabat sebagai komisaris sekaligus pemegang saham. Perusahaan tersebut antara lain PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME), PT Cubes Consulting, dan PT Bukit Hijau Asri.
Menurut jaksa uang gratifikasi itu diterima Rafael Alun lewat PT ARME dan PT Cubes Consulting serta dari PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.
Selain gratifikasi, Jaksa juga mendakwa Rafael Alun Trisambodo melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga hasil korupsi. Jaksa mengatakan Rafael Alun melakukan pencucian uang bersama istrinya, Ernie Meike Torondek.
“Terdakwa bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek dengan sengaja menempatkan harta kekayaan ke dalam penyedia jasa keuangan serta membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana,” ujar jaksa KPK.
Jaksa membagi TPPU menjadi dua tahap dan apabila ditotalkan, jumlahnya mencapai Rp100 miliar. (Dian)