Ahli Hukum Tata Negara Berpendapat Putusan MK Lahir dari Cawe-Cawe Politik

oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Ahli Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar menilai ada keanehan dalam finalisasi keputusan MK di Jakarta, Senin (16/10/2023). Salah satunya adalah mengenai dissenting opinion yang dikeluarkan oleh empat Hakim MK yaitu Wahidudin Adam, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartojo.

Menurut Zainal dari keempatnya, ia menganggap bahwa dissenting opinion yang terjadi pada sidang MK justru lebih banyak emosi yang nampak ke publik.

“Nah, di dissenting opinion MK sebenarnya, yang terjadi tuh lebih banyak marah-marah,” ucap Zainal.

Lebih lanjut, Zainal pun menerangkan bagaimana dissenting opinion dari Hakim Saldi Isra, yang secara blak-blakan menyatakan kalau putusan MK kali ini mempertaruhkan marwah MK. Bahkan di akhir, Saldi sempat mengutip kata-kata quo vadis MK dalam sidang kemarin.

Perubahan yang terjadi pada hakim MK terkait konsistensi dalam penolakan gugatan batas usia capres-cawapres pun menjadi tanda tanya besar. Kesamaan pendapat yang dilakukan secara tiba-tiba dinilai Zainal tidak memiliki rasio logis sama sekali.

Ditambah, keputusan Ketua MK, Anwar Usman, untuk ‘turun gunung’ pada pembacaan keputusan gugatan terakhir juga menjadi penguat adanya interfensi pihak luar terhadap MK.

Sebab ditegaskan sebelumnya Ketua MK tidak ikut dalam pemutusan hasil perkara gugatan batas usia capres-cawapres. Namun, menurut Zainal adanya nama Gibran dalam gugatan tersebut membuat ketua MK ikut dalam pemutusan finalisasi.

“Yang lainnya kan tidak ada yang menyebut nama Gibran. Ini langsung, bahkan pemohonnya itu orang yang mengaku sebagai pengagum Gibran. Dan itu sebabnya dia masukkan permohonan,” jelas Zainal.

“Bahkan kalau kita lihat kronologinya, itu diceritakan oleh Arief Hidayat, tiba-tiba ada permohonan baru masuk, dan permohonan inilah yang mengubah (sikap MK),” tegasnya.

Zainal Arifin Mochtar juga memberikan keterangan bahwa terlihat MK sebenarnya bermain-main dan terlihat jika putusan ini lahir dari pertarungan politik dan lahir dari cawe-cawe politik

“Ini memperlihatkan betapa MK sebenarnya bermain-main. Kalau baca lagi disenting opiniannya Wahidudin Adam, dia menceritakan bahwa dari sini kelihatan sebenarnya permohonan ini berkaitan dengan independensi, kekuasaan, kehakiman di hadapan politik. Karena kelihatan betul, putusan ini lahir dari pertarungan politik dan lahir dari cawe-cawe politik,” kata Zainal.

Diketahui dalam sidang putusan batasan usia capres-cawapres, sidang yang dipimpin ketua MK Anwar Usman itu mengabulkan permohonan Almas yang memperbolehkan seseorang mencalonkan diri sebagai capres-cawapres di bawah 40 tahun dengan syarat berpengalaman sebagai kepala daerah atau jabatan lain yang telah dipilih melalui pemilihan umum.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman.

Berikut perubahannya dalam Pasal 169 huruf q UU 7/2017:

Sebelumnya: “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”

Sesudahnya: “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. (Dian)

No More Posts Available.

No more pages to load.