Peluang dan Proyeksi Transisi Energi di Indonesia tahun 2024

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.idIESR membahas secara komprehensif perkembangan transisi energi dan peluang dalam mempercepat transisi energi di Indonesia pada laporan utamanya Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024.

Laporan IETO 2024 menemukan bahwa walaupun terdapat target dan komitmen pemerintah untuk melakukan transisi energi dan target  yang lebih tinggi  untuk mitigasi emisi gas rumah kaca, pasokan energi fossil masih mendominasi. Di sektor ketenagalistrikan. jumlah total kapasitas PLTU batubara on grid dan captive coal plant sekitar 44 GW dan diproyeksikan akan meningkat menjadi 73 GW pada 2030. Hal ini akan meningkatkan emisi GRK menjadi sekitar 414 juta ton setara karbondioksida (MtCO2e) pada 2030.

Status Transisi Energi di Indonesia tahun 2023

  • IESR menilai kesiapan transisi energi Indonesia 2023 tidak mengalami perubahan dari 2022. Dari delapan variabel yang diukur, yang mendapat nilai paling rendah adalah kemauan dan komitmen politik yang belum selaras dengan kebutuhan mitigasi gas rumah kaca sesuai dengan peta jalan 1,5 C.
  • Kebijakan energi Indonesia saat ini belum memadai untuk menekan emisi gas rumah kaca, hanya akan menurunkan 20 persen proyeksi emisi di 2030, dan akan terus meningkat hingga tahun 2060.
  • Perkembangan energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan berjalan lambat ditandai dengan total tambahan kapasitas terpasang hanya 1 GW sampai 2023, jauh dari target yang dietetapkan sejak tahun 2021 sebesar 3,4 GW
  • Produksi batubara semakin meningkat. Hingga akhir Oktober 2023, produksi batubara telah berada pada 619 Mt, dan diperkirakan akan melampaui 700 Mt pada tahun 2023, melebih target pemerintah pada 2023 sebesar 695 Mt.
  • Kebijakan pemerintah Indonesia masih berpihak pada industri fosil. Pemutakhiran Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) tidak mencantumkan opsi untuk menghentikan PLTU batubara secara dini meskipun opsi tersebut secara ekonomi layak dan menguntungkan.
  • Untuk bahan bakar rendah karbon, pengembangan hidrogen hijau semakin diminati. Terdapat 32 proyek hidrogen hijau yang sedang berjalan, meski sebagian besar dalam tahap pengembangan awal.
  • Dari sisi transportasi, sepeda motor menjadi penghasil emisi terbesar pada 2022, yaitu sebesar 36% (54 MtCO2e) dari total emisi transportasi
  • Adopsi kendaraan listrik melonjak signifikan pada 2023. Adopsi mobil listrik meningkat 2,3 kali lipat dari 7.679 unit pada 2022 menjadi 18.300 unit pada September 2023. Sementara motor listrik meningkat 2,4 kali lipat dari 25.782 unit di 2022 menjadi 62.815 di September 2023
  • Pada kuartal kedua 2023, kapasitas terpasang dari PLTS atap kumulatif hanya mencapai 100 MW, jauh di bawah target yang seharusnya mencapai 900 MW pada tahun 2023. Pertumbuhan PLTS atap lambat terutama terjadi penurunan adopsi PLTS di sektor perumahan dan bisnis, masing-masing sebesar 20% dan 6%.
  • Pada tahun 2023, tujuh provinsi telah melampaui target energi terbarukan tahun 2025 yaitu Sumatera Utara, Sumsel, Bangka Belitung, Jawa Barat, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Sementara 31 provinsi lainnya masih terhadang kemampuan fiskal dan kebijakan pusat untuk mencapai target bauran energi terbarukan daerah.
  • Total pendanaan di sektor energi baru dan terbarukan mencapai USD 1,7 miliar selama kuartal satu 2022 hingga kuartal tiga 2023. Komitmen pendanaan tersebut umumnya berfokus pada persiapan proyek efisiensi energi dan pengembangan energi terbarukan. Perpres 112/2022 telah meningkatkan komitmen pendanaan untuk energi terbarukan.
  • Diluncurkan pada September 2023, bursa karbon mencatatkan transaksi sebesar Rp29,2 miliar. Namun, setelah pembukaan tersebut, transaksi bursa karbon sepi peminat. Hingga akhir Oktober 2023, total transaksi hanya meningkat sebesar Rp200 juta.

Peluang dan Proyeksi Transisi Energi di Indonesia tahun 2024

  • Peluang peningkatan komitmen pemerintah terhadap transisi energi akan terlihat dari hasil pemutakhiran Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang akan menguraikan target dekarbonisasi di sektor energi, dan diikuti dengan menerbitkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
  • Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 33/2023 tentang Konservasi Energi. Penerapan PP ini harus bersifat mengikat dan dikontrol secara mandatori sehingga dapat mendorong penurunan emisi yang signifikan di sektor bangunan.
  • Kementerian Perindustrian berencana untuk membuat peta jalan dekarbonisasi pada tahun 2023 dan 2024 terhadap sembilan sektor industri penghasil emisi energi tinggi beserta insentif untuk transisi energi. Langkah ini dapat menjadi kesempatan untuk membangun industri yang lebih hijau.
  • Rendahnya capaian energi terbarukan pada 2023 merupakan dampak dari penundaan berbagai proyek PLTA dan PLTP seperti PLTA Batang Toru, PLTP Baturaden, PLTP Rajabasa. Pemerintah perlu mendukung keberlangsungan proyek ini dengan meminimalkan risiko persiapan proyek.
  • Adopsi kendaraan listrik meningkat, namun masih ada kecemasan jarak tempuh (range anxiety). Hal ini perlu segera diatasi, di antaranya dengan meningkatkan jumlah infrastruktur pengisian daya melalui pemberian insentif.
  • Peraturan terbaru Perpres No. 11/2023 memperluas kewenangan pemerintah daerah dalam pengembangan energi terbarukan. Namun, adanya wewenang tambahan untuk pengembangan energi terbarukan di daerah dihadapkan dengan keterbatasan anggaran daerah, sehingga akan membutuhkan dukungan tambahan dari pemerintah nasional. (Gio)

No More Posts Available.

No more pages to load.