Seruan Bisnis Global Agar Indonesia Buka Potensi Investasi Energi Terbarukan

oleh -477 Dilihat
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Sekitar 430 perusahaan global besar yang tergabung dalam inisiatif RE100, mendesak Indonesia untuk meningkatkan ambisi dalam energi terbarukan dan membuka peluang investasi yang lebih besar dalam transisi energi. Dalam surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, CEO Climate Group, Helen Clarkson, mewakili anggota RE100, mengingatkan bahwa kegagalan dalam ambisi peningkatan pemanfaatan energi terbarukan dapat mempengaruhi investasi perusahaan di Indonesia. Surat tersebut juga mengimbau Indonesia untuk bersiap menghadapi regulasi tarif karbon, seperti Mekanisme Penyesuaian Batas Karbon Uni Eropa (Carbon Border Adjustment Mechanism) dan Tarif Karbon Australia, yang mendorong rantai pasokan lebih ramah lingkungan dari perusahaan besar.

Surat ini, yang juga ditembuskan kepada presiden terpilih Indonesia dan beberapa kementerian, mendorong fokus pada peningkatan target energi terbarukan dalam pembaruan Rencana Kebijakan Energi Nasional dan kebijakan lainnya yang sedang disusun pemerintah. Terdapat tiga area utama yang diidentifikasi anggota RE100 sebagai kunci untuk membuka investasi swasta: pertama, meningkatkan ambisi dengan menetapkan target energi terbarukan setidaknya 34 persen pada 2030. Kedua, mempercepat masuknya proyek energi terbarukan ke jaringan. Ketiga, mendorong mekanisme yang memfasilitasi pengadaan langsung antara perusahaan dan produsen listrik, terutama melalui power wheeling energi terbarukan.

RE100 merupakan inisiatif global dari Climate Group, dengan anggota lebih dari 430 perusahaan terbesar di dunia, termasuk 121 yang beroperasi di Indonesia dengan total konsumsi listrik sebesar 2,1 TWh (terawatt-jam); sebagai pembanding, di tahun 2023 penjualan (konsumsi) listrik Indonesia mencapai 285 TWh. Anggota RE100 berkomitmen untuk menggunakan 100 persen listrik dari energi terbarukan selambatnya pada 2050, termasuk mereka yang memiliki fasilitas produksi dan pemasok di Indonesia. Hingga saat ini, belum ada perusahaan berkantor pusat di Indonesia yang menjadi anggota RE100. Pada 21 Agustus 2024, kemitraan RE100 dengan Institute for Essential Services Reform (IESR) diresmikan dalam acara Indonesia Solar Summit 2024.

RE100 dalam suratnya menyatakan dengan implementasi upaya dalam mewujudkan net-zero emission 2060 atau lebih cepat, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk meraih manfaat ekonomi dan sosial dari transisi energi. Untuk itu, Indonesia perlu meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, dan aksesibilitas listrik terbarukan. Kepemimpinan kuat dalam mitigasi perubahan iklim akan memberikan sinyal pasar yang jelas tentang masa depan energi terbarukan di Indonesia, memperkuat posisi geopolitik, mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan menciptakan lapangan kerja terampil.

“Pada COP28 tahun 2023 lalu, lebih dari 130 negara berjanji untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan hingga tiga kali lipat pada 2030, termasuk negara-negara tetangga Indonesia. Ini momen penting bagi Indonesia untuk mempertahankan daya saing industri dan ekonomi dengan memperkuat kepemimpinan di sektor energi terbarukan. Perusahaan global juga menginginkan ambisi dan investasi energi terbarukan yang lebih besar di Indonesia guna mencapai target RE100 mereka. Penetapan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dengan target yang ambisius sangat krusial untuk menentukan komitmen Indonesia terhadap net zero,” ujar Ollie Wilson, Pemimpin RE100, Climate Group.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyatakan di media briefing “Seruan Industri untuk Akselerasi Energi Terbarukan di Indonesia” pada Senin (9/9/2024), kredibilitas perusahaan yang tergabung dalam RE100 ditentukan dari pencapaian mereka terhadap target penggunaan energi terbarukannya. Menurutnya, jika Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan energi terbarukan sesuai rencana ekspansi bisnis perusahan, kemungkinan besar mereka akan memilih negara lain yang menawarkan peluang lebih baik untuk pemanfaatan energi terbarukan.

“Saat ini, draft KEN justru akan menurunkan target bauran energi terbarukan di tahun 2025 dan 2030. Kalau ini terjadi maka menimbulkan kekhawatiran bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk mencapai target 100 persen energi terbarukan mereka di 2050 atau lebih awal. Selain itu, polemik penetapan power wheeling dalam merampungan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) masih juga terjadi. Padahal skema power wheeling energi terbarukan ini dapat menjadi peluang bagi perusahaan RE100 untuk mendapatkan listrik hijau,” kata Fabby.

Tidak hanya itu, Fabby juga menyampaikan bahwa RE100 mendorong pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kuota PLTS atap dan menyusun green tariff yang memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk berinvestasi secara langsung di pembangkit energi terbarukan.

“Ketersediaan energi terbarukan menjadi hal yang menentukan daya saing bagi negara-negara manufaktur seperti Indonesia, di mana rantai pasok anggota RE100, seperti Nike, beroperasi. Saat ini, pilihan untuk penggunaan energi terbarukan di Indonesia, bagi perusahaan tersebut masih terbatas, misalnya dengan penggunaan renewable energy certificate (REC). Namun demikian, perusahaan-perusahaan ini masih berharap bahwa ke depannya ada pilihan lainnya yang memanfaatkan modal swasta melalui struktur kontrak dengan resiko rendah dan hemat biaya yang mendorong lebih banyak penggunaan energi terbarukan secara langsung, seperti mekanisme pembelian energi secara langsung (direct power purchase agreement), sebagaimana yang sudah mulai diterapkan di negara Asia lainnya seperti Vietnam dan India,” jelas Fabby.

Menanggapi surat RE100 dan upaya yang mereka lakukan untuk menggunakan 100% energi terbarukan dalam proses produksi, Apit Pria Nugraha, Kepala Pusat Industri Hijau, Kementerian Perindustrian menilai hal tersebut relevan dengan untuk sektor industri; khususnya untuk menurunkan emisi di sektor industri yang secara signifikan menyumbang porsi besar di Indonesia. Pihaknya mendukung upaya penurunan emisi dengan pemanfaatan energi terbarukan ini, dan melihat peluang untuk mengadaptasi dan mengadopsi (adapt and adopt) beberapa kriteria teknis RE100 dalam penyusunan standar dekarbonisasi untuk industri hijau di Indonesia.

(Dhio)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.