Jakarta, ebcmedia – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli Tindak Pidana Pencucian Uang(TPPU) dalam sidang lanjutan dugaan korupsi PT Timah yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis(31/10/2024). Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak tahun 2017 duduk sebagai terdakwa dalam sidang kali ini.
Yunus Husein yang merupakan saksi ahli mengatakan, aset yang diperoleh dengan halal tapi sudah bercampur dengan uang hasil korupsi dapat disita. Menurutnya mencampur aset halal dan haram merupakan salah satu modus TPPU, yang dikenal dengan istilah ‘mingling’.
Hakim anggota Suparman Nyompa mulai memberikan ilustrasi tentang uang hasil kejahatan yang diperoleh dari tindak pidana yang bercampur dengan harta pribadi,
“Katakanlah nilainya Rp 700 juta tanah dan bangunan. Nah kemudian dia peroleh hasil kejahatan tindak pidana, ditambah bangunannya, tadinya satu lantai dibikin jadi dua lantai. Ini ilustrasi saja. Ini kan ada bercampur kan? ada yang murni dari warisan, ada yang diperoleh dari tindak pidana atau dari hasil kejahatan, bagaimana cara perampasan asetnya ini kalau namanya tanah bangunan sudah menyatu bukan bangunan yang bisa dipindah, yang permanen, bagaimana? Apakah bisa dilakukan perampasan aset? Ternyata ini kan nilainya kecil ada lah Rp 300 juta masuk tadi, kalau nilai dari warisannya yang diperoleh dari warisan itu ada Rp 700 juta. Bagaimana pandangan menurut ahli menyangkut ini, apakah bisa dilakukan perampasan atau penyitaan aset dari pelaku, atau gimana?” tanya Hakim.
Yunus menjelaskan, aset hasil uang hasil korupsi dan uang ‘bersih’ termasuk modus TPPU. Dia menegaskan aset dapat disita, mencampur halal dan haram pada waktu membeli sesuatu, membangun sesuatu, atau pada waktu buat perusahaan.
“Silakan disita nanti kalau ada pihak ketiga beritikad baik berikan kesempatan dia mengajukan bantahan, minimal kalau perkara Tipikor 30 hari setelah putusan. Jadi tetap dilindungi dia pihak ketika beritikad baik. Cuma kalau ditanya bisa disita apa tidak, jawabannya bisa. Di Pasal 39 KUHAP ada jawabannya,” jawab Yunus.
Ia juga mengatakan harta benda yang dipakai untuk melakukan tindak pidana juga dapat disita, hal tersebut mengacu kepada ketentuan yang tertuang dalam Pasal 39 KUHAP.
Menurutnya, penyitaan akibat TPPU modus mingling adalah risiko pelaku. Dia mengatakan pelaku tindak pidana dapat mengajukan bantahan atau perlawanan terhadap penyitaan aset haram dan halal yang bercampur tersebut, dan jika pelaku dapat membuktikan perolehan aset halal tersebut, maka aset itu harus dikembalikan ke pelaku.
“Kalau setelah disita, kemudian dirampas oleh pengadilan dan si pemilik barang sah ini ikhlas misalnya, nggak mau mengajukan perlawanan, bantahan ya bisa buat negara. tapi kalau dia mengajukan bantahan atau perlawanan dia berhak, negara yang tidak berhak, justru dia yang berhak,” jawab Yunus.
(Dhii)