Jakarta, ebcmedia – Persidangan Pemeriksaan Lanjutan dengan agenda Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli untuk Perkara Nomor 100/PHPU.BUP-XXIII/2025 pada Selasa (11/2/2025). Adapun sidang tersebut dilaksanakan Panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Dalam sidang lanjutan tersebut Pihak Terkait yaitu Pasangan Calon nomor urut 1 Willybrodus Lay-Vicente Hornai Gonsalves menghadirkan saksi Manuel da Silva untuk memberikan keterangannya terkait Vicente Hornai Gonsalves tidak memenuhi syarat (TMS) pencalonan, karena pernah lakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak.
Secara Adat untuk menikahi seorang perempuan, dalam adat di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengenal istilah Belis, yakni tradisi pemberian mahar dari pihak laki-laki ke perempuan dan pemberian mahar tersebut sangat mahal untuk di serahkan ke pihak perempuan.
“Mahalnya mahar terkadang membuat seorang laki-laki dan perempuan memutuskan pura-pura kabur untuk melihat reaksi orang tua, jadi yang disampaikan bawaslu juga pemohon itu tidak sesuai fakta tidak ada pelecehan seksual itu”. tegasnya
Sebab hal tersebutlah yang terjadi kepada Vicente Hornai Gonsalves yang ingin menikahi Juliana Luisa Tai yang pada akhirnya orang tua kedua pihak tidak menyetujui hal tersebut, Vicente Hornai Gonsalves tak dapat menikahi Juliana Luisa Tai dan menerima hukum adat untuk dipenjara.
“Hukum adat itu kalau dia hukum adatnya tidak mampu karena takut sama keluarga, itu harus dipenjarakan. Maka seperti yang dimaksudkan Saudara Vicente maksud itu karena hukum adatnya, salah satu hukum adatnya,” ujar Manuel.
Kembali ditegaskan oleh Manuel bahwa perkara dugaan pemerkosaan atau pelecehan itu tidak ada dan hal itu telah selesai di tahun 2004. Perkara ini selalu menjadi isu untuk menjatuhkan Vicente Hornai Gonsalves dalam pilkada.
“Lagi-lagi bawaslu dan pihak lain itu menjadikan kami korban seperti dalam pilkada sebelumnya, tidak ada itu pelecehan dan hukum adat itu sudah selesai tahun 2004.”ungkapnya.
Manuel menambahkan apabila kasus pemerkosaan atau pun kekerasan seksual itu tidak benar dan secara adat maupun pidana hal itu sudah selesai. Juga mengharapkan untuk majelis hakim dapat memutus dengan seadil-adilnya untuk kebenaran fakta yang seutuhnya.
Sidang terdahulu Pemohon sendiri mendalilkan Vicente Hornai Gonsalves tak memenuhi persyaratan calon kepala daerah yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Dalam Pasal 7 ayat (1) UU Pilkada dijelaskan 21 syarat yang harus dipenuhi calon kepala daerah, salah satunya pada huruf g yang pada pokoknya mengatur mantan terpidana boleh mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), selama telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan mengumumkan kepada publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana.
(AR)