Jakarta, ebcmedia – Pengamat Politik Hendri Satrio (Hensa) meyakini, bahwa pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, pada Senin (7/4/2025) melahirkan sebuah “deal” politik.
Keyakinan Hensa ini didasari pada pengumuman resmi pertemuan tersebut, oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad sehari setelahnya, pada Selasa (8/4/2025).
Menurutnya, pengumuman tersebut bukanlah hal yang kebetulan. Ditambah lagi, kata dia, pertemuan dilakukan secara mendadak.
“Kalau tidak ada deal, ya tidak akan diumumkan. Kalau ada deal, barulah dibuka bahwa pertemuan itu terjadi. Ini soal menjaga marwah dan dinamika politik,” ujar Hensa dalam keterangan tertulis yang diterima ebcmedia, Jumat (11/4/2025).
Kesepakatan Politik Tidak Selalu Menambah Kekuasaan
Hensa berpendapat, kesepakatan politik tidak selalu berarti menambah kekuasaan atau keuntungan baru bagi pihak yang terlibat.
Dalam konteks pertemuan Prabowo-Megawati, kesepakatan tersebut bisa jadi lebih tentang mempertahankan posisi atau “kenikmatan” yang sudah ada.
Ia mencontohkan posisi Puan Maharani, yang tetap menjadi Ketua DPR RI meskipun 80 persen kursi parlemen dikuasai Koalisi Merah Putih yang mendukung Prabowo.
Selain itu, Hensa juga menyinggung kelangsungan jabatan Pramono Anung sebagai Gubernur DKI Jakarta, yang tidak diganggu proses politiknya.
“Deal politik itu bukan cuma soal memperpanjang kekuasaan, tapi bisa juga mempertahankan kuasa yang sudah ada. Misalnya, Puan tetap Ketua DPR, padahal kalau mau, dengan kekuatan koalisi, UU MD3 bisa diubah. Atau mas Pram yang tetap jadi gubernur tanpa ada gangguan. Itu bagian dari menjaga kenikmatan yang sudah ada,” paparnya.
PDIP Tetap Memilih Sebagai Oposisi
Ihwal pernyataan PDIP, yang tetap memilih berada di luar pemerintahan sebagai oposisi. Hensa menilai, hal itu tidak bertentangan dengan adanya kesepakatan itu.
Ia menyebut, PDIP memiliki DNA sebagai partai oposisi yang justru “lebih hidup” di luar pemerintahan.
“PDI Perjuangan itu kalau di luar pemerintahan, malah lebih enak. Itu karakter mereka. Jadi, meski oposisi, bukan berarti tidak ada deal,” kata dia.
Prabowo Bukan Pemimpin yang Mencampuri Urusan Hukum
Hensa juga berpendapat, bahwa deal tersebut bukan soal Hasto Kristiyanto yang kini ditahan oleh KPK. Ia mengatakan, Prabowo bukan tipikal pemimpin yang tidak suka mencampuri urusan hukum dalam berpolitik.
Ia merujuk pada kasus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, yang tidak mendapat intervensi dari Prabowo saat tersandung kasus hukum.
“Prabowo bukan tipe yang akan masuk ke ranah intervensi hukum untuk deal. Jadi, kalau pun ada pembicaraan dengan Ibu Mega, bukan soal itu (Hasto),” ungkapnya.
Lebih lanjut, Hensa menyebut bahwa deal politik dalam pertemuan ini, mencerminkan saling menghormati tingkat tinggi antara dua tokoh besar tersebut.
“Ini levelnya beda. Prabowo dan Megawati punya cara menghormati yang jauh di atas dinamika politik biasa,” ujar Pengamat Politik itu.
Meski PDIP menyatakan tidak ada deal dan tetap di jalur oposisi, Hensa tetap yakin bahwa pengumuman pertemuan oleh Dasco menjadi sinyal adanya kesepakatan tertentu.
“Kalau tidak ada apa-apa, ngapain diumumkan? Politik itu soal sinyal, dan sinyal ini jelas,” pungkasnya.
(Dhii/RA)