Jakarta, ebcmedia – Tiga orang majelis hakim dan dua pegawai Pengadilan Tinggi Riau resmi dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) RI di Jakarta pada Kamis, 15 Mei 2025. Laporan ini disampaikan oleh tim kuasa hukum Riko Selamat Tampati, selaku pihak termohon dalam perkara banding bernomor 38/Pdt/2025/PT.PBR.
Wilson Lambertus Situmorang, S.H., M.H., Ketua Tim Kuasa Hukum dari Kantor Hukum WLS & Partners, menilai terdapat indikasi kuat permainan tidak sehat dalam proses pemeriksaan perkara tersebut oleh majelis hakim banding.
“Berdasarkan bukti-bukti permulaan yang kami miliki, diduga kuat telah terjadi permainan antara majelis hakim banding yang memeriksa perkara ini dengan pihak pemohon banding,” ujar Wilson dalam keterangannya, Kamis, 22 Mei 2025.
Wilson mengungkapkan bahwa permainan ini berdampak langsung pada putusan yang dianggap merugikan kliennya. “Majelis hakim banding justru menjatuhkan putusan yang sama sekali bertolak belakang dengan fakta dan aturan hukum yang ada,” tegasnya.
Ia menjelaskan, dalam putusan tingkat pertama oleh Pengadilan Negeri Bengkalis dalam perkara Nomor 23/Pdt/2024/PN Bls, Riko Selamat Tampati telah dinyatakan sebagai pihak yang sah atas kepemilikan sebidang tanah di Kelurahan Balai Raja, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis.
“Putusan tersebut berdasar pada fakta persidangan, termasuk surat pernyataan warga sekitar yang menyatakan tidak pernah mengenal nama Monalisa sebagai pemilik tanah tersebut. Bahkan surat pernyataan itu ditandatangani oleh warga dan perangkat kelurahan setempat,” terang Wilson
Namun, putusan PN Bengkalis itu belakangan dianulir oleh majelis hakim tingkat banding. Hal ini menimbulkan dugaan adanya praktik yang menyimpang dalam proses persidangan.
“Apakah hakim banding tidak membaca bukti-bukti ini secara relevan? Ini menjadi misteri dalam ruang-ruang gelap peradilan kita,” kata Wilson.
Pihaknya berharap laporan ini menjadi pintu masuk bagi Komisi Yudisial dan MA untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim-hakim yang terlibat.
“Kami berharap ini bisa menjadi peringatan keras agar para hakim memutus perkara berdasarkan fakta hukum yang sebenarnya. Jangan sampai keadilan dikaburkan oleh kepentingan tersembunyi,” pungkas Wilson.
(RA)