Jakarta, ebcmedia – Kejaksaan Agung memeriksa dua hakim dalam kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) dalam perkara ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Pemeriksaan dilakukan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Dua hakim tersebut adalah Herdyanto Sutantyo (HS), hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Haris Munandar (HM), hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Keduanya diduga memiliki keterkaitan dengan putusan ontslag terhadap pihak korporasi dalam perkara ekspor CPO.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan pemeriksaan dilakukan untuk mendalami peran keduanya dalam penggunaan putusan perdata sebagai dasar pertimbangan putusan pidana.
“Putusan perdata itu yang dipertimbangkan sehingga putusan di pidananya terhadap korporasi dinyatakan ontslag. Makanya, penyidik merasa perlu dan ini menjadi kebutuhan untuk mendalami peran yang bersangkutan terhadap putusan perdata itu,” ujar Harli Siregar, Rabu (28/5/2025).
Dalam perkara tersebut, ditemukan adanya putusan perdata antara PT Permata Hijau Palm Oleo dan Kementerian Perdagangan yang digunakan sebagai landasan dalam memutus lepas korporasi dalam perkara pidana.
“Kalau misalnya itu putusan perdata yang sudah dijadikan sebagai dasar dalam pertimbangan putusan ontslag di pidana, maka akan banyak pertanyaan apakah putusan perdata bisa dijadikan dasar untuk pertimbangan dalam putusan pidana,” jelas Harli.
Penyidik masih mendalami kemungkinan adanya pengarahan atau intervensi dari para tersangka kepada para hakim. Meski belum ditemukan aliran dana kepada HS dan HM, keterkaitan antara perkara perdata dan pidana menjadi fokus penyelidikan.
Selain dua hakim tersebut, Kejagung juga memeriksa empat saksi lain, yaitu:
SMA, Manager Litigasi PT Wilmar
MBHA, Head Corporate Legal PT Wilmar
WK, Staf PT Wilmar Nabati Indonesia
DMBB, Head Legal PT Permata Hijau Palm Oleo
Dengan demikian, total ada enam saksi yang diperiksa dalam upaya pengungkapan kasus ini.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas untuk tiga perusahaan besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Mereka yang telah ditetapkan sebagai tersangka antara lain:
Muhammad Arif Nuryanta, Ketua PN Jakarta Selatan (saat perkara berjalan menjabat Wakil Ketua PN Jakpus)
Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara
Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, kuasa hukum korporasi
Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, majelis hakim yang memutus perkara
Muhammad Syafei, Social Security Legal Wilmar Group
Muhammad Syafei diduga menyiapkan uang suap senilai Rp 60 miliar melalui pengacara untuk diberikan kepada hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kejagung menduga bahwa Muhammad Arif Nuryanta menerima suap sebesar Rp 60 miliar. Sementara itu, tiga hakim yang memutus perkara diduga menerima total Rp 22,5 miliar agar memutus vonis lepas terhadap terdakwa dari korporasi.
Vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging adalah putusan yang menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun perbuatan tersebut tidak termasuk kategori tindak pidana.
(AR)