Jakarta, ebcmedia – Persidangan kasus dugaan korupsi barang bukti (barbuk) dalam perkara robot trading Fahrenheit dengan terdakwa mantan Jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, kembali mengungkap fakta mengejutkan. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025), istri Azam, Tiara Andini, mengakui menerima aliran dana sebesar Rp8 miliar dari suaminya.
“Benar, uang itu saya gunakan untuk asuransi, deposito, beli rumah, dan umroh,” ujar Tiara di hadapan majelis hakim yang diketuai Sunoto.
Jaksa Penuntut Umum memaparkan bahwa dana Rp8 miliar tersebut berasal dari uang barang bukti yang seharusnya dikembalikan kepada korban investasi bodong Fahrenheit. Berikut rincian penggunaannya sebagaimana tercantum dalam dakwaan:
- Rp2 miliar untuk membayar asuransi BNI Life
- Rp2 miliar disimpan dalam deposito
- Rp3 miliar untuk membeli tanah dan bangunan rumah
- Rp1 miliar untuk perjalanan umroh, wisata luar negeri, dan sumbangan ke pondok pesantren
Rekening Honorer Dipakai, Saksi Disuruh “Diam”
Sidang juga menghadirkan Andi Rianto, staf honorer di Kejari Jakarta Barat, yang mengakui rekening atas namanya digunakan oleh terdakwa Azam. Saat ditanya hakim, Andi mengatakan Azam menyuruhnya untuk “diam saja” soal itu.
“Saya hanya ketik draf Berita Acara atas perintah beliau. Saya nggak tahu isinya diubah,” ujar Andi. “Saya cuma dapat Rp15 juta, dan beliau bilang ‘silent aja ya’.”
Saksi Pelapor Ungkap Kejanggalan
Ketua Paguyuban Solidaritas Investor Fahrenheit (SIF), Davidson Willy Arguna, yang juga pelapor kasus ini, bersaksi mengenai kejanggalan dalam proses pengembalian barang bukti.
“Saya menemukan adanya kejanggalan dan melaporkannya ke Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Agung,” kata Willy.
Namun, kesaksiannya dibantah oleh terdakwa pengacara Oktavianus Setiawan yang menyebut pelaporan itu bermotif pribadi.
“Saksi itu anak buah saya dulu. Saya pecat dia, jadi jangan bawa sakit hati ke sini,” ujar Oktavianus dalam interupsi.
Jaksa vs Pengacara Adu Data
Persidangan sempat memanas saat tim kuasa hukum pengacara Bonifasius Gunung mempertanyakan keabsahan Berita Acara (BA-20) yang dijadikan dasar jaksa. Menurut pengacara, BA yang dimiliki kliennya hanya mencatat transaksi sekitar Rp6 miliar, sementara jaksa menyebut angkanya mencapai Rp8,4 miliar.
Jaksa Penuntut Umum menunjukkan BA-20 yang menyebutkan uang yang ditransfer kepada Bonifasius sebesar Rp8.436.578.310.
Dua saksi dari bendahara penerima Kejari Jakarta Barat, Yulianisa Rahmayanti dan Khoirunnisa, membenarkan angka tersebut.
“Yang benar adalah sesuai dengan BA-20 yang dipegang jaksa, Pak Hakim,” ujar Yulianisa. “Kami juga memastikan Rp53,75 miliar ditransfer kepada Oktavianus.”
Dugaan Aliran Dana ke Pejabat Kejari
Jaksa juga membeberkan dugaan aliran dana kepada sejumlah pejabat Kejari Jakarta Barat dari uang barang bukti senilai total Rp11,7 miliar. Dalam dakwaan disebutkan:
- Rp300 juta kepada Dodi Gazali (Plh Kasi Pidum/Kasi BB Kejari Jakbar)
- Rp500 juta kepada Hendri Antoro (Kajari Jakbar)
- Rp500 juta kepada Iwan Ginting (mantan Kajari Jakbar)
- Rp450 juta kepada Sunarto (mantan Kasi Pidum)
- Rp300 juta kepada M. Adib Adam (Kasi Pidum)
- Rp200 juta kepada Baroto (Kasubsi Pratut)
- Rp150 juta kepada staf lainnya
Namun, para saksi yang hadir mengaku tidak mengetahui adanya aliran dana tersebut.
Fee 15 Persen untuk Jaksa
Kuasa hukum korban asal Jawa Timur, Brian Erik First Anggitya, juga bersaksi bahwa dirinya memberikan “fee” sebesar 15 persen dari bagiannya kepada terdakwa Azam sebagai bentuk terima kasih, yang disebut telah disetujui oleh kliennya.
“Fee itu disetujui oleh klien saya. Saya berikan langsung kepada Azam,” ujar Brian.
Sidang Dilanjutkan
Menjelang akhir persidangan, Hakim Ketua menanyakan agenda sidang selanjutnya.
“Untuk sidang berikutnya, apakah masih ada saksi yang akan dihadirkan?” tanya Hakim Sunoto.
Jaksa Penuntut Umum Neldy Denny menjawab, “Ya, Yang Mulia. Kami masih akan menghadirkan saksi tambahan untuk menguatkan dakwaan kami.”
(Dhii/AR)