Jakarta, ebcmedia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa seluruh tindakan penyidikan, termasuk penyadapan, dilakukan dengan hati-hati dan mengutamakan prinsip hak asasi manusia (HAM). Hal ini disampaikan menanggapi pernyataan kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, terkait keabsahan hasil penyadapan sebagai alat bukti.
“Pun dalam perjalanannya, jika dianggap pelaksanaan kegiatan tersebut dipandang ada kekeliruan, dapat diuji melalui gugatan praperadilan,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi wartawan pada Senin (9/6/2025).
Budi merespons pernyataan yang dilontarkan kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah, yang mempersoalkan legalitas hasil penyadapan penyidik KPK apabila dilakukan tanpa izin dari Dewan Pengawas (Dewas).
Menurut Budi, perbedaan pandangan yang muncul dalam persidangan merupakan dinamika hukum yang wajar, dan akan dituangkan dalam kesimpulan masing-masing pihak, baik oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun kuasa hukum terdakwa melalui pleidoi
“Secara subjektif masing-masing pihak, baik penasihat hukum terdakwa maupun penuntut umum, memandang keterangan ahli dari sudut yang berbeda,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa JPU KPK memiliki strategi dan pendekatan sendiri untuk meyakinkan majelis hakim bahwa peristiwa pidana yang terjadi dapat dibuktikan secara sah.
“JPU memiliki cara dan strategi sendiri dalam meyakinkan Majelis Hakim bahwa peristiwa pidana benar-benar terjadi, dengan menghadirkan alat-alat bukti yang sah,” kata Budi.
Sebelumnya, ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menyatakan bahwa hasil penyadapan dapat dianggap tidak sah sebagai alat bukti apabila diperoleh tanpa izin Dewas, khususnya sebelum Mahkamah Agung (MA) membatalkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 terkait izin penyadapan.
Pernyataan itu disampaikan Fatahillah saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR serta perintangan penyidikan perkara Harun Masiku yang menjerat Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/6/2025).
“Kalau penyelidikannya dilakukan sejak 20 Desember 2019, sementara UU 19/2019 diundangkan pada 17 Oktober 2019, maka wajib tunduk pada ketentuan yang berlaku setelah undang-undang tersebut diundangkan,” ujar Fatahillah dalam persidangan.
Ia menambahkan bahwa meskipun setelah putusan MA penyadapan tak lagi perlu izin Dewas, tetap ada kewajiban untuk memberitahukan.
“Seharusnya mendapatkan izin. Kalau tidak, ya alat bukti itu bisa dipertanyakan keabsahannya,” tegasnya.
(Dhii)