Ahli Bahasa UI: Komunikasi Politik Penuh Teka-Teki, Butuh Analisis Mendalam

oleh
oleh
Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Frans Asisi Datang hadir sebagai saksi di persidangan Hasto Kristiyanto. (Foto: RA)
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan ahli bahasa dari Universitas Indonesia, Frans Asisi Datang, dalam sidang lanjutan kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Sidang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6/2025).

Frans, yang merupakan dosen di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, menyoroti kompleksitas bahasa dalam komunikasi politik dan kasus korupsi. Ia menjelaskan bahwa pesan-pesan yang disampaikan dalam konteks politik kerap dikemas secara tidak lugas dan bersifat konotatif.

“Dalam pengalaman saya, teks-teks dalam komunikasi politik, sosial, atau korupsi umumnya tidak transparan dan penuh teka-teki. Ini tidak bisa ditafsirkan secara harfiah seperti dalam percakapan biasa,” ujar Frans di hadapan majelis hakim.

Dalam sesi tanya jawab, Jaksa KPK Takdir Suhan menanyakan bagaimana latar belakang sosial dan jabatan memengaruhi gaya komunikasi, khususnya dalam aplikasi seperti WhatsApp. Frans menjelaskan bahwa semakin tinggi jabatan seseorang, semakin rumit pula cara penyampaian pesannya.

“Semakin tinggi jabatannya, semakin berusaha menyampaikan pesan secara tidak langsung. Bahasa politik sering menyiratkan makna terselubung. Misalnya istilah ‘akan diamankan’ tidak selalu berarti membuat sesuatu aman, bisa jadi artinya dihentikan atau disetujui, tergantung konteksnya,” jelasnya.

Frans juga menegaskan bahwa komunikasi antara dua pihak yang sudah memiliki relasi atau pemahaman bersama umumnya memiliki konteks yang sudah dipahami secara implisit.

“Kalau dua pihak bicara dan langsung paham satu sama lain tanpa penjelasan tambahan, itu berarti mereka berada dalam konteks yang sama,” katanya.

Dalam perkara ini, Hasto didakwa merintangi penyidikan KPK terhadap Harun Masiku, tersangka kasus suap PAW yang masih buron sejak 2020. Ia diduga menyuruh Harun merendam ponselnya agar tidak terlacak saat operasi tangkap tangan terhadap Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan. Ia juga disebut memerintahkan anak buahnya agar menyembunyikan atau merusak alat komunikasi menjelang pemeriksaan KPK.

Tak hanya itu, Hasto diduga turut memberi suap sebesar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan demi memuluskan pergantian caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku. Dugaan itu dilakukan bersama tiga orang lainnya: Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri (yang telah divonis), dan Harun Masiku (yang masih buron).

(Kiss/Dhii)

No More Posts Available.

No more pages to load.