Jakarta, ebcmedia – Sidang putusan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara, yang digelar hari ini, Rabu (25/6/2025) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Putusan akan dibacakan majelis Hakim Tipikor.
Empat terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan diantaranya:
1. Eks Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Indra Arharrys
2. Donald Sihombing selaku PT Totalindo Eka Persada (PT TEP)
3. Saut Irianto Rajaguguk selaku Komisari PT TEP
4. Eko Wardoyo selaku Direktur Keuangan PT TEP.
Pengadilan Tipikor memutuskan Indra Arharrys dan tiga terdakwa lainnya terbukti bersalah dalam perkara korupsi pengadaan lahan di Rorotan. Vonis tersebut dibacakan Hakim Ketua Rios Rahmanto.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa Indra dijatuhi pidana denda sebesar Rp300 juta. Jika tidak dibayar, denda tersebut akan diganti dengan hukuman kurungan selama 4 bulan.
“Menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama,” ujar Hakim Ketua.
Majelis hakim menyebutkan bahwa tindakan korupsi itu dilakukan Indra bersama Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (TEP) Tbk, Donald Sihombing; Komisaris PT TEP, Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Independen PT TEP, Eko Wardoyo. Keempatnya dinilai bersalah dan dijatuhi hukuman berdasarkan pasal yang sama.
Dari tindak pidana tersebut, negara dinyatakan mengalami kerugian hingga Rp93,86 miliar. Dana itu disebut digunakan untuk memperkaya Donald sebesar Rp11,99 miliar, masing-masing Rp2,4 miliar bagi Saut dan Eko, serta Rp80,8 miliar untuk PT TEP.
Atas kerugian tersebut, majelis hakim memvonis Donald dengan pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan, dan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp11,99 miliar. Jika uang pengganti tidak dibayar, Donald akan menjalani tambahan hukuman penjara selama 3 tahun.
Sementara itu, Saut dan Eko masing-masing divonis 5 tahun dan 4 tahun penjara, disertai denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan. Keduanya juga dikenai kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp2,4 miliar.
Dalam menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan sejumlah hal. Unsur yang memberatkan, menurut hakim, adalah karena para terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi oleh pemerintah. Namun, terdakwa dinilai bersikap sopan selama persidangan dan memiliki tanggungan keluarga, yang menjadi hal-hal yang meringankan.
“Berdasarkan hal memberatkan dan meringankan yang ada pada diri para terdakwa, Majelis berpendapat bahwa hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan atas diri para terdakwa kiranya sudah memenuhi rasa keadilan terhadap terdakwa dan masyarakat,” ungkap Hakim Rios.
Putusan majelis hakim ini sedikit lebih ringan dibandingkan tuntutan dari jaksa penuntut umum. Sebelumnya, Indra dituntut 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Donald dituntut 8 tahun penjara dan uang pengganti Rp208,1 miliar, serta denda yang sama. Adapun Saut dan Eko masing-masing dituntut 6 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp2,4 miliar.
Kasus ini berawal dari proyek pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) antara tahun 2019 hingga 2021. Keempat terdakwa diduga merugikan negara sebesar Rp224,69 miliar dalam proses tersebut. Uang hasil korupsi disebut turut memperkaya Donald dan mantan Dirut PPSJ, Yoory Corneles, yang disebut menerima Rp3 miliar.
Perkara ini bermula dari arahan mantan Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah, yang saat itu meminta PPSJ memperluas cakupan pembelian lahan ke wilayah Jakarta Utara, termasuk Rorotan, karena harga tanahnya dianggap lebih murah. Namun, praktik yang terjadi di lapangan menyimpang dari prosedur, termasuk dugaan mark-up harga dan penjualan lahan yang belum sepenuhnya sah secara kepemilikan.
(RA/Kiss)