Jatinangor, ebcmedia – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan bahwa dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), tidak ditemukan penggunaan istilah “gratis” terkait pembiayaan pendidikan dasar.
Menurutnya, istilah “sekolah gratis” lebih banyak digunakan oleh media, sementara bunyi resmi dari putusan MK tidak menggunakan diksi tersebut.
“Sekolah gratis itu kan berarti bahasa media kan, kalau bahasa keputusan MK itu bunyinya tidak sekolah gratis,” ucap Mu’ti saat ditemui di Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (25/6/2025).
Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa pihaknya belum menetapkan sikap akhir atas putusan MK tersebut. Pemerintah saat ini masih dalam tahap koordinasi lintas sektor, termasuk dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), untuk merumuskan tindak lanjut yang tepat.
“Dan keputusan di rapat terakhir nanti akan kita bahas secara khusus untuk merespons dan memberikan langkah-langkah yang sesuai dengan keputusan MK itu,” jelasnya.
Ia menegaskan pentingnya memahami secara cermat isi putusan tersebut. “Tentu dengan pemahaman yang benar ya, karena di keputusan MK tidak ada kata ‘gratis’,” tambahnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi terhadap UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, jika tidak dimaknai bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Putusan dengan nomor perkara 3/PUU-XXIII/2025 ini dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa (27/5). Permohonan diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon perorangan, yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum, masing-masing berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan pegawai negeri sipil.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat’,” demikian pernyataan Suhartoyo dalam sidang.
(Red)