Jakarta, ebcmedia – Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan pentingnya perlindungan data pribadi dalam kerja sama yang dijalin Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan sejumlah perusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Ia mengingatkan bahwa upaya penegakan hukum tak boleh melanggar hak konstitusional warga negara.
“Penegakan hukum sangat penting, tapi Kejaksaan harus memperhatikan hak atas perlindungan data pribadi karena hak privat adalah hak konstitusional,” ujar Puan dalam siaran pers, Kamis (26/6/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi perjanjian kerja sama antara Kejagung dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk, dan PT XL Smart Telecom Sejahtera Tbk terkait pertukaran informasi intelijen, termasuk dalam hal penyadapan.
Menurut Puan, Kejagung harus memastikan seluruh kegiatan yang dilakukan berada dalam koridor hukum, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum di negara demokratis.
“Penegakan hukum yang kuat harus tumbuh berdampingan dengan penghormatan terhadap hak-hak warga,” tegas politisi PDI Perjuangan itu.
Puan juga memastikan DPR RI akan mengawal implementasi kerja sama ini agar sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan tidak melanggar konstitusi.
“Kolaborasi antara negara dan pelaku industri, harus dilihat bukan hanya dari efektivitas teknis, tapi juga dari perspektif akuntabilitas, transparansi, dan perlindungan hak sipil,” lanjutnya.
Ia menambahkan bahwa kemajuan teknologi seharusnya menjadi alat untuk memperkuat demokrasi, bukan alat pengawasan yang melanggar hak privat warga negara.
“Kemajuan teknologi harus menjadi sahabat demokrasi dan tidak boleh berubah menjadi pengawasan,” ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Reda Manthovani menjelaskan bahwa kerja sama ini bertujuan memperkuat pertukaran dan pemanfaatan informasi untuk mendukung tugas intelijen, termasuk pemasangan perangkat penyadapan.
“Adapun Nota Kesepakatan ini berfokus pada pertukaran dan pemanfaatan data dan/atau informasi dalam rangka penegakan hukum, termasuk pemasangan dan pengoperasian perangkat penyadapan informasi serta penyediaan rekaman informasi telekomunikasi,” kata Reda dalam keterangannya, Selasa (24/6/2025).
Ia menyebutkan bahwa langkah ini merupakan bagian dari pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 yang merevisi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, khususnya Pasal 30B. Dalam ketentuan tersebut, bidang intelijen Kejagung diberi wewenang menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.
“Saat ini, business core intelijen Kejaksaan berpusat pada pengumpulan data dan/atau informasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai bahan untuk dianalisis, diolah, dan dipergunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi,” jelas Reda.
Ia menambahkan bahwa kualitas dan validitas data menjadi kunci, terutama untuk mendapatkan informasi kategori A1 yang dibutuhkan, misalnya dalam pelacakan buronan atau penyusunan analisis strategis.
“Kerja sama ini menjadi krusial agar data yang diperoleh tidak terbantahkan serta memiliki kualifikasi nilai A1,” ujarnya.
Reda pun menyatakan bahwa langkah ini diyakini akan mendukung kemajuan sistem penegakan hukum dan memperkuat supremasi hukum di Indonesia.
(Red)