Jakarta, ebcmedia.id – Pemerintahan Prabowo-Gibran didesak untuk segera mengembangkan strategi mobilitas rendah emisi dan berkelanjutan, sebagai bagian dari langkah menuju Indonesia Maju 2045 dan target emisi nol bersih (net zero emission/NZE) pada 2060 atau lebih awal.
Desakan ini disampaikan dalam peluncuran laporan Indonesia Sustainable Mobility Outlook (ISMO) 2025 oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) yang didukung oleh ViriyaENB dan Drive Electric Campaign, Senin (14/7). Laporan tersebut menekankan pentingnya strategi berbasis pendekatan Avoid – Shift – Improve (ASI) sebagai solusi terpadu untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) sektor transportasi hingga 76 persen pada tahun 2060.
Menurut CEO IESR, Fabby Tumiwa, pada 2024 sektor transportasi menyumbang 202 juta ton setara karbon dioksida atau sekitar 25 persen dari total emisi sektor energi nasional. Jika tidak ada tindakan nyata, emisi ini diperkirakan akan melonjak hampir tiga kali lipat pada 2060.
“Tanpa strategi dekarbonisasi sektor transportasi, lonjakan ini akan memperburuk kemacetan, menaikkan impor BBM, memperburuk kualitas udara, serta membebani anggaran negara dan sistem kesehatan,” jelas Fabby.
Fabby menegaskan, jika hal ini tidak segera ditangani, maka target pertumbuhan ekonomi 8 persen di akhir masa jabatan Presiden Prabowo dan cita-cita Indonesia Emas 2045 akan sulit tercapai.
Dominasi Emisi dari Transportasi Jalan
Laporan ISMO 2025 mencatat bahwa 80 persen emisi sektor transportasi berasal dari transportasi jalan, yang didominasi oleh mobil pribadi (35%), disusul angkutan barang (30%), sepeda motor (28%), dan bus (6%). Penyebab utama adalah tingginya mobilitas dengan kendaraan pribadi yang kurang efisien.
Ilham R F Surya, Analis Kebijakan Lingkungan IESR, menambahkan bahwa menurut survei BPS 2023, mayoritas pengguna motor memilih moda tersebut karena dianggap lebih cepat dan andal. Sementara pengguna mobil pribadi cenderung mengutamakan kenyamanan.
“Ketika penghasilan seseorang meningkat di atas Rp4 juta per bulan, penggunaan kendaraan pribadi meningkat, dan penggunaan sepeda motor serta transportasi umum justru menurun,” ujar Ilham.
Tiga Pendekatan Kunci
IESR mengusulkan strategi Avoid, Shift, dan Improve yang dijalankan secara bersamaan:
-
Avoid: Pengembangan kota terintegrasi transportasi publik (Transit Oriented Development), sistem kerja dari rumah, dan manajemen perjalanan seperti ganjil-genap dan congestion pricing.
-
Shift: Peningkatan akses dan kualitas transportasi umum seperti TransJakarta dan skema Buy The Service (BTS), serta pembangunan transportasi massal di luar Pulau Jawa.
-
Improve: Dorongan terhadap kendaraan listrik melalui insentif dan kepastian kebijakan jangka panjang, adopsi standar emisi EURO IV, dan peningkatan efisiensi bahan bakar.
Faris Adnan Padhilah, Koordinator Riset Manajemen Permintaan Energi IESR, menyebutkan bahwa strategi ini mampu menurunkan emisi puncak pada 2030 sebesar 18 persen.
“Jika dijalankan konsisten, pendekatan ASI dapat mempercepat pencapaian net zero emission di sektor transportasi sebelum 2060,” ungkap Faris.
Laporan ini menjadi peringatan serius bahwa tanpa perencanaan mobilitas berkelanjutan, Indonesia akan menghadapi tantangan berat dalam upaya dekarbonisasi dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
(Dhii)