Ariel Noah: Gugatan Bukan Soal Menang atau Kalah, Tapi Soal Penegasan Tafsir UU Hak Cipta

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Vokalis band Noah, Nazril Irham alias Ariel, menegaskan bahwa inti dari permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 bukan sekadar soal menang atau kalah di Mahkamah Konstitusi (MK). Ariel bersama 28 musisi lainnya lebih menekankan pentingnya kejelasan tafsir hukum dalam penerapan aturan mengenai hak cipta dan pembayaran royalti.

“Kami enggak penting buat kami gugatan kami itu diterima,” ujar Ariel usai mengikuti sidang kelima di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2025).

Menurutnya, poin terpenting dari proses hukum ini adalah momen saat pemerintah, DPR, dan Presiden memberikan penjelasan resmi dalam persidangan, yang menurut para musisi telah memperjelas siapa pihak yang sebenarnya berkewajiban membayar royalti dalam sebuah pertunjukan musik.

“Yang penting buat kami itu seperti sidang ketiga, pernyataan dari pemerintah, dari Presiden dan DPR bahwa (menyatakan) ‘Enggak kok, enggak bias UU ini, memang yang musti bayar ini (royalti memang penyelenggara, bukan penyanyi), nah itu yang kami perlukan sebetulnya,’” sambung Ariel.

Ia juga menegaskan bahwa para pemohon sama sekali tidak berniat mengubah atau merusak undang-undang yang telah disusun oleh para pembentuk hukum. Mereka hanya ingin ada satu tafsir resmi yang tak membuka celah multitafsir yang berisiko merugikan musisi, baik penyanyi maupun pencipta lagu.

“Cuma kan kita minta waktu itu tolong dong dikasih sikap (penafsiran yang jelas) dari Pemerintah ini yang mana yang benar karena kita lagi berantem nih di bawah. Itu yang kita ingin,” kata Ariel.

Dalam sidang tersebut, salah satu penegasan hukum juga disampaikan oleh anggota DPR RI, I Wayan Sudirta, pada sidang sebelumnya tanggal 30 Juni 2025. Ia menyatakan bahwa skema pembayaran royalti telah diatur secara rinci dalam Pasal 23 Ayat 5 UU Hak Cipta, melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) atau Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

“Bahwa berdasarkan tugas LMK dan LMKN, maka sudah secara detail, pelaksanaan pembayaran royalti sebagai penghargaan terhadap hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta telah diwujudkan melalui pelaksanaan Pasal 23 Ayat 5 UU Hak Cipta, yakni dengan pembayaran royalti melalui LMK atau LMKN,” kata Wayan.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa dengan adanya pembayaran melalui lembaga-lembaga tersebut, pengguna karya cipta dalam hal ini musisi yang tampil tidak perlu lagi mengurus izin secara langsung kepada pencipta lagu.

“Dengan adanya pembayaran melalui lembaga tersebut, maka tidak ada lagi kewajiban bagi pengguna ciptaan untuk meminta izin kepada pencipta. Hal ini dikarenakan skema blanket license pencipta memberikan kuasanya kepada LMK atau LMKN untuk melakukan pengelolaan royalti,” ujarnya.

Sebagai informasi, gugatan dengan nomor perkara 28/PUU-XXIII/2025 ini dilayangkan oleh Ariel bersama 28 musisi lainnya untuk meminta kejelasan hukum menyikapi maraknya tuntutan pencipta lagu terhadap penyanyi yang dianggap melanggar hak cipta. Salah satu poin permohonan mereka adalah agar Mahkamah Konstitusi membolehkan musisi menyanyikan lagu tanpa izin langsung dari pencipta, selama royalti tetap dibayarkan sesuai mekanisme yang berlaku.

(Ra)

No More Posts Available.

No more pages to load.