Jakarta, ebcmedia – Tim penasihat hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong resmi mengajukan banding atas putusan pengadilan dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Banding diajukan pada Selasa (22/7/2025), dengan alasan terdapat 27 kejanggalan dalam putusan hakim yang dianggap tak sesuai dengan fakta hukum.
“Majelis Hakim tampaknya mengesampingkan fakta persidangan dan membuat argumentasi sendiri tanpa dasar hukum yang jelas,” kata salah satu kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, dalam keterangannya.
Salah satu hal krusial yang dipersoalkan adalah anggapan hakim bahwa setiap kebijakan harus berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas). Ari menyebut anggapan ini tak sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi.
“Bahwa dalam Pasal 26 Ayat 3 UU Perdagangan, Pasal 5 Ayat 1, Ayat 5 huruf c dan Ayat 6 huruf b Perpres 71/2015 tidak disyaratkan Rakor apabila Menteri Perdagangan akan mengambil kebijakan dalam rangka menjamin pasokan dan stabilisasi harga Gula Konsumsi,” jelas Ari.
Ia menegaskan, keputusan yang diambil kliennya bukan tindak pidana, melainkan ranah administratif dan sesuai kewenangan Menteri Perdagangan.
Penugasan Koperasi TNI-Polri dan Perintah Presiden
Tim hukum juga menyoroti penunjukan koperasi TNI dan Polri dalam pelaksanaan operasi pasar gula. Menurut mereka, hal ini dilakukan berdasarkan arahan langsung Presiden Joko Widodo kepada institusi TNI dan Polri pada 2015–2016.
“Bahwa penugasan Menteri Perdagangan kepada INKOPKAR, INKOPPOL, dan PUSKOPPOL untuk distribusi Gula Konsumsi dan Operasi Pasar, merupakan arahan Presiden Joko Widodo yang disampaikan langsung kepada Institusi TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,” terang Ari.
Soal Asesmen dan Efisiensi Impor Gula
Pihaknya juga membantah tuduhan bahwa 8 perusahaan swasta yang ditunjuk tak melalui asesmen. Faktanya, saksi dari PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) menyatakan asesmen telah dilakukan, dan perusahaan itu menunjuk produsen gula sesuai kewenangan berdasarkan Pasal 5 Ayat (8) Perpres 71/2015.
Tak hanya itu, menurut Ari, impor Gula Kristal Mentah (GKM) justru menghemat anggaran negara, bukan merugikan masyarakat seperti yang disimpulkan hakim.
“Terbukti dalam persidangan kebijakan impor GKM telah menghasilkan penghematan devisa negara sebesar kurang lebih USD 150 juta,” jelasnya.
Kerugian Negara Dinilai Tidak Jelas
Majelis Hakim menyebut negara merugi Rp194 miliar, namun menurut Ari, angka tersebut berbeda dengan dakwaan jaksa yang menyebut Rp515 miliar. Lebih dari itu, nilai Rp194 miliar dinilai tak konkret.
“Sehingga sesuai asas in dubio pro reo, jika terdapat keraguan maka seharusnya hakim menjatuhkan putusan yang menguntungkan Terdakwa sehingga kerugian Rp194 miliar tidak berdasar,” ujar Ari.
Ia juga mengutip pendapat ahli hukum pidana UI, Gandjar Laksmana Bonaprapta, yang menyebut bahwa unsur melawan hukum dalam tindak pidana korupsi harus disertai itikad jahat, bukan sekadar pelanggaran administratif.
Dinilai Lebih Kapitalis, Penasihat Hukum Keberatan
Salah satu pertimbangan majelis hakim yang juga menuai protes adalah pernyataan bahwa Tom Lembong menganut prinsip ekonomi kapitalis, bukan ekonomi Pancasila. Hal ini dianggap sebagai pertimbangan yang tidak berdasar fakta persidangan.
“Pertimbangan yang memberatkan tersebut tidak relevan, oleh karena justru Terdakwa mengedepankan prinsip ekonomi kerakyatan terbukti dengan dilibatkannya koperasi dalam kebijakan yang diambil Terdakwa,” tegas Ari.
Dengan semua poin keberatan itu, tim kuasa hukum menyatakan tetap optimistis memperjuangkan keadilan di tingkat banding. Mereka berharap Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mempertimbangkan seluruh fakta hukum secara objektif.
(Red)