Jakarta, ebcmedia – Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam, mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) agar meninjau ulang kebijakan pemblokiran rekening bank yang tidak aktif selama tiga bulan. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak berpihak kepada rakyat kecil yang sedang mengalami tekanan ekonomi.
“Kalau rakyat hari ini sedang tidak bertransaksi, bukan berarti mereka jahat. Bisa jadi uang mereka di bank terbatas, bahkan banyak yang sedang tidak punya apa-apa. Kita harus jujur, ekonomi rakyat sedang tidak baik-baik saja,” ujar Mufti kepada wartawan, Selasa (29/7/2025).
Mufti menyoroti fenomena “Rohana” (rombongan hanya nanya) dan “Rojali” (rombongan jarang beli) yang sering terlihat di pusat-pusat perbelanjaan. Menurutnya, ini merupakan cerminan nyata dari kondisi keuangan masyarakat yang tengah terpuruk.
“Itu bukan sekadar guyonan. Fenomena Rohana dan Rojali menggambarkan daya beli masyarakat yang lemah. Maka dari itu, ketika muncul kebijakan pemblokiran rekening yang tidak aktif selama 3 bulan, kita harus hati-hati,” katanya.
Blokir Rekening Bisa Rugikan Warga dalam Kondisi Mendesak
Mufti mengingatkan bahwa proses membuka kembali rekening yang sudah diblokir tidaklah mudah dan memakan waktu. Ia khawatir, kondisi tersebut akan mempersulit masyarakat yang sedang membutuhkan dana secara mendesak.
“Lalu tiba-tiba rekening diblokir dan untuk membukanya lagi mereka harus mengisi formulir, menunggu klarifikasi bank, dan menanti PPATK mengecek selama 5 sampai 20 hari. Kalau rakyat butuh uang itu hari ini juga, bagaimana?” ucapnya.
Fokus Blokir Rekening Bermasalah, Bukan Rakyat Kecil
Politikus PDIP itu mendorong agar PPATK hanya memblokir rekening yang memiliki indikasi transaksi mencurigakan atau pelanggaran hukum. Menurutnya, regulasi tidak boleh menjadi alat yang menyusahkan masyarakat biasa.
“Kebijakan pemblokiran harus sensitif terhadap kondisi ekonomi rakyat. Jangan sampai rakyat kecil yang justru jadi korban sistem,” tegas Mufti.
Sebagai anggota Komisi VI DPR yang membidangi urusan perdagangan hingga BUMN, Mufti juga mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional.
“Di satu sisi, masyarakat sulit punya uang, di sisi lain bisa jadi dengan ada kebijakan ini nanti yang punya uang malah takut naruh di bank. Kalau rasa takut ini dibiarkan, bukan mustahil bisa menimbulkan rush atau penarikan besar-besaran,” ujar dia.
DPR Minta Regulasi Dikaji Ulang
Mufti menyatakan bahwa DPR mendorong agar kebijakan semacam ini dikaji kembali dengan melibatkan berbagai pihak dan menempatkan perlindungan masyarakat sebagai prioritas utama.
“Kami di DPR mendorong agar regulasi semacam ini dikaji ulang dengan hati-hati, dan harus mengutamakan perlindungan terhadap masyarakat yang benar-benar bukan pelaku kejahatan,” pungkasnya.
(Ra)