Jakarta, ebcmedia – Fakta baru terungkap dalam persidangan dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry. PT ASDP disebut mengambil pinjaman sebesar Rp 600 miliar dari salah satu bank milik negara untuk membiayai proses akuisisi tersebut.
Informasi tersebut diungkap oleh Vice President Akuntansi PT ASDP, Evi Dwi Yanti, yang hadir sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025). Ia membenarkan adanya pencairan dana pinjaman pada 23 Agustus 2022.
“Ada pencairan pinjaman Rp 600 miliar masuk ke rekening Bank BRI atas nama PT ASDP,” ujar Evi di depan majelis hakim.
Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa dana yang dicairkan pada hari yang sama langsung digunakan untuk membayar akuisisi PT JN dalam dua tahap: Rp 540 miliar dan Rp 60 miliar.
“Untuk melakukan pembayaran akuisisi PT JN tahap I sebesar Rp 540 miliar dan Rp 60 miliar. Betul, Bu?” tanya jaksa.
“Iya betul,” jawab Evi.
Jaksa KPK kemudian menegaskan bahwa dana tersebut murni berasal dari pinjaman bank BUMN dan bukan dari modal internal PT ASDP.
“Bukan dari modal PT ASDP?,” tanya Jaksa.
“Bukan,” tegas Evi.
Dalam sidang tersebut, jaksa juga membacakan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Evi yang menyebutkan progres pembayaran utang oleh PT ASDP. Tercatat hingga tahun 2024, ASDP telah membayar cicilan pokok sebesar Rp 222 miliar.
“Bahwa sampai dengan hari ini PT ASDP telah melakukan pembayaran pokok utang total sebesar Rp 222 miliar, dengan rincian: 24 November 2022 sebesar Rp 75 miliar, 22 Mei 2023 Rp 75 miliar, dan 25 November 2023 Rp 72 miliar. Betul?,” tanya Jaksa.
“Iya,” jawab Evi mengonfirmasi.
Kuasa hukum para terdakwa, Soesilo Aribowo, menyatakan akan mendalami informasi tersebut lebih lanjut, terutama terkait proses pinjaman kepada bank. Ia juga menilai bahwa diberikannya pinjaman oleh bank BUMN menunjukkan bahwa kondisi keuangan PT ASDP dinilai sehat oleh pihak bank.
“Oh tentu, kalau sudah sampai diberi pinjaman seperti itu berarti secara performa PT ASDP dinilai bankable, bisa dipercaya untuk mendapatkan kredit,” kata Soesilo saat jeda persidangan.
Kasus ini menyeret tiga mantan pejabat tinggi PT ASDP sebagai terdakwa: mantan Direktur Utama Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Jaksa KPK mendakwa ketiganya telah melakukan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT JN. Nilai kerugian negara disebut mencapai Rp 1,25 triliun, yang menurut jaksa turut memperkaya pemilik PT JN, Adjie, dalam jumlah yang sama.
“Berdasarkan laporan due diligence dari PT BKI, terdapat dua unit kapal PT JN yang tidak layak operasi. KMP Marisa Nusantara tidak lagi memiliki status kelas dan sertifikat, sedangkan KMP Jembatan Musi II ditemukan dalam kondisi karam saat inspeksi,” papar jaksa di persidangan.
Persidangan masih akan berlanjut untuk mendalami peran masing-masing terdakwa dan aliran dana yang dianggap merugikan keuangan negara tersebut.
(Dhii)