Sidang Korupsi Akuisisi PT JN: Jaksa KPK Ungkap Percakapan Internal Eks VP ASDP

oleh
oleh
Jaksa KPK hadirkan 3 saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry. Foto: Dhii
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry. Dalam persidangan yang berlangsung pada Kamis (31/7/2025), jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan isi percakapan antara eks Vice President bidang Akuntansi ASDP, Evi Dwi Yanti, dan suaminya.

Dalam percakapan yang dibacakan jaksa, Evi menyampaikan adanya tekanan dari jajaran direksi untuk menyesuaikan pencatatan keuangan dalam proyek KSU, meskipun keuntungan yang diperoleh perusahaan sangat kecil.

“Keuntungannya kecil, tapi ada kepentingan beberapa direktur supaya pencatatan sesuai kemauan mereka. Pusing,” demikian kutipan yang dibacakan jaksa di hadapan Majelis Hakim.

Menanggapi isi percakapan tersebut, Evi mengakui bahwa ia memang sempat membicarakan soal KSU. Namun, ia membantah bahwa hal itu berkaitan langsung dengan proses akuisisi PT JN.

“Itu (permintaan pencatatan) bukan terkait PT JN, melainkan laporan kerja sama penjualan BBM di wilayah Ketapang yang diminta atasan saya untuk dikondisikan,” ujar Evi di persidangan.

Jaksa pun mengejar penjelasan Evi mengenai alasan ia menyebut keuntungan KSU kecil. Ia kemudian menjelaskan bahwa skema kerja sama menggunakan sistem revenue sharing yang hanya menghasilkan bagi hasil sebesar 4,2 persen.

“Itu kan hanya 4,2 persen. Masih kecil lah melihat dari pendapatan ASDP yang sebenarnya sudah cukup besar,” jelasnya.

Namun, dalam sesi pemeriksaan silang oleh tim kuasa hukum terdakwa, Evi mengakui bahwa pendapatan ASDP justru meningkat usai akuisisi PT JN.

Kuasa hukum tiga terdakwa dalam perkara ini, mantan Dirut ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan Harry Muhammad Adhi Caksono, menegaskan bahwa inti perkara seharusnya fokus pada ada tidaknya kerugian negara akibat akuisisi dan kerja sama tersebut.

“Yang paling penting apakah dengan KSU ini merugikan ASDP, itu kan yang penting,” tegas pengacara Soesilo Aribowo.

Dalam dakwaannya, jaksa KPK menyebut akuisisi PT JN justru menimbulkan kerugian besar bagi negara, mencapai Rp 1,25 triliun. Akuisisi dilakukan terhadap aset yang sebagian besar tidak layak pakai, termasuk dua kapal yang dalam kondisi rusak dan karam.

“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI, terdapat dua kapal yang belum siap beroperasi, yakni KMP Marisa Nusantara yang sudah tak memiliki sertifikat sah, dan KMP Jembatan Musi II yang saat inspeksi ditemukan dalam kondisi karam,” ujar jaksa.

Jaksa juga menuding bahwa tindakan ketiga terdakwa justru memperkaya pihak pemilik PT JN, Adjie, dengan jumlah yang sama besar dengan kerugian negara.

(Kiss/Dhii)

No More Posts Available.

No more pages to load.