Transparansi Abolisi dan Amnesti Dipertanyakan, Kasus Adam Damiri Jadi Sorotan

oleh
oleh
Advokat Karina Mastha, S.H., M.H., menyampaikan bahwa dirinya telah secara resmi mengonfirmasi ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) serta Mahkamah Agung (MA) untuk meminta kejelasan mengenai siapa saja yang masuk dalam daftar 1.116 penerima abolisi dan amnesti. Foto: Dhii
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi dan amnesti kepada sejumlah tokoh nasional seperti Hasto Kristiyanto dan Thomas Lembong memunculkan harapan baru akan hadirnya keadilan dan rekonsiliasi nasional.

Namun, di tengah apresiasi terhadap langkah tersebut, muncul pula desakan dari publik agar pemerintah lebih transparan, terutama terkait daftar 1.116 nama penerima abolisi dan amnesti yang hingga kini belum dibuka ke publik.

Salah satu kasus yang mendapat sorotan adalah kasus yang menimpa Adam Rahmat Damiri, seorang mantan pejabat yang juga disebut-sebut memiliki kesamaan dengan kasus Thomas Lembong.

Dalam persidangan yang telah berjalan, Adam Damiri tidak terbukti secara sah dan meyakinkan memperkaya diri sendiri maupun pihak lain. Bahkan dalam fakta persidangan, tidak ditemukan adanya aliran dana yang masuk ke rekening pribadinya yang berkaitan dengan kasus yang dituduhkan.

Fakta ini menimbulkan simpati dari berbagai kalangan, termasuk keluarga Adam Damiri, yang berharap Presiden Prabowo juga mempertimbangkan pemberian abolisi atau amnesti kepada Adam sebagaimana diberikan kepada tokoh lain yang tidak terbukti secara hukum bersalah.

“Jika keadilan ingin ditegakkan secara menyeluruh, maka prinsip keadilan harus diterapkan merata, tidak diskriminatif,” ujar salah satu kerabat Adam Damiri yang enggan disebutkan namanya.

Desakan transparansi makin kuat setelah advokat Karina Mastha, S.H., M.H., menyampaikan bahwa dirinya telah secara resmi mengonfirmasi ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) serta Mahkamah Agung (MA) untuk meminta kejelasan mengenai siapa saja yang masuk dalam daftar 1.116 penerima abolisi dan amnesti.

“Kami menilai sangat penting bagi publik untuk mengetahui siapa saja yang mendapatkan abolisi dan amnesti. Ini menyangkut akuntabilitas pemerintah dan keadilan bagi warga negara lainnya yang juga tersangkut persoalan hukum,” ujar Karina Mastha, Senin (4/8/2025).

Karina juga menegaskan bahwa langkah Presiden harus disertai kejelasan prosedural dan keterbukaan informasi publik.

“Kami tidak mempermasalahkan hak prerogatif Presiden. Tapi ketika 1.116 nama tidak dibuka, maka wajar jika publik bertanya: apakah kebijakan ini dilakukan dengan objektif dan berdasarkan prinsip keadilan substantif?” lanjutnya.

Kasus Adam Damiri, seperti halnya Thomas Lembong, memperkuat argumen bahwa banyak perkara hukum yang sejatinya tidak dilandasi oleh bukti kuat, namun terjebak dalam proses yang panjang dan melelahkan. Karena itu, desakan agar pemerintah membuka secara resmi daftar 1.116 penerima abolisi dan amnesti terus menguat.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Istana, Kemenkumham, maupun Mahkamah Agung terkait permintaan informasi tersebut.

Publik menanti langkah konkret dari pemerintah demi menjaga kredibilitas dan komitmen terhadap prinsip keterbukaan serta keadilan hukum.

(Dhii)

No More Posts Available.

No more pages to load.