Mantan Direksi ASDP Minta Perlindungan Hukum ke Presiden Prabowo, Soroti Kejanggalan Kasus Akuisisi

oleh
oleh
Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi. Foto: Dhii
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Tiga mantan Direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang kini menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto. Mereka meminta perlindungan hukum dan menyebut kasus yang menjeratnya penuh kejanggalan.

Ketiga mantan direksi tersebut adalah Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Mereka diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak 10 Juli 2025 dengan dakwaan merugikan negara Rp1,253 triliun dari nilai akuisisi Rp1,272 triliun.

Dalam surat terbuka yang ditandatangani pihak keluarga, disebutkan bahwa tidak ada uang sepeser pun yang dinikmati pribadi oleh para terdakwa. Bahkan, PPATK dan lembaga berwenang lain yang dilibatkan KPK tidak menemukan adanya aliran dana korupsi.

“Hukum anti korupsi kita cacat, menyimpang dari pengertian universal. Di sini bukan perbuatan mencuri yang disebut korupsi, tetapi definisi ‘merugikan negara’ yang dipakai,” tulis keluarga dalam surat tersebut, Kamis (14/8/2025).

Mereka juga mempertanyakan logika perhitungan kerugian negara yang membuat valuasi JN seolah hanya Rp19 miliar, padahal perusahaan tersebut memiliki 53 kapal dan berkontribusi Rp1,8 triliun pendapatan ke ASDP dalam tiga tahun.

Surat itu memaparkan bahwa akuisisi JN dilakukan untuk memperkuat layanan penyeberangan, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Proses pembelian disebut telah mendapatkan persetujuan Menteri BUMN selaku RUPS, rekomendasi Dewan Komisaris, pendampingan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), serta audit BPK dengan opini wajar.

“Tidak banyak BUMN yang berhasil menjadi perusahaan terbesar di dunia di bidangnya seperti ASDP. Tetapi malah difitnah dan diperkarakan di KPK,” tulis surat tersebut.

Keluarga juga menegaskan rekam jejak ketiga mantan direksi yang dinilai berprestasi dan berintegritas. Bahkan, Ketua Majelis Hakim disebut sempat mempertanyakan alasan perkara tersebut dibawa ke pengadilan.

Surat ditutup dengan permintaan agar Presiden Prabowo memberi perlindungan hukum.

“Mohon bantu mereka dapat menghirup udara merdeka pada 10 windu Republik Indonesia yang tercinta ini,” tutup keluarga.

(Dhii)

No More Posts Available.

No more pages to load.