KPK Bongkar Dugaan Suap Kerja Sama Pengelolaan Hutan di PT Inhutani V, Tiga Orang Jadi Tersangka

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan konstruksi kasus dugaan suap terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan yang melibatkan PT Industri Hutan V (Inhutani V). Kasus ini terungkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) di empat lokasi pada Rabu (13/8/2025).

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan, di Jakarta pihaknya mengamankan enam orang, termasuk Direktur Utama Inhutani V Dicky Yuana Rady, Komisaris Raffles, dan Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) Djunaidi. Penangkapan juga dilakukan di Bekasi, Depok, dan Bogor terhadap beberapa pihak lain, termasuk mantan Direktur PT Inhutani dan staf perusahaan.

Dari operasi tersebut, KPK menyita uang tunai Sin$189.000 atau setara Rp2,4 miliar, Rp8,5 juta, satu mobil Rubicon, dan satu Pajero milik Dicky Yuana Rady.

Asep menjelaskan, PT Inhutani V memiliki hak pengelolaan hutan di Lampung seluas 56.547 hektare, sebagian dikerjasamakan dengan PT PML. Meski memiliki tunggakan PBB senilai Rp2,31 miliar dan kewajiban lain yang belum dipenuhi, PT PML disebut tetap berupaya melanjutkan kerja sama.

Pada 2024, terjadi serangkaian pertemuan dan kesepakatan yang mengakomodasi kepentingan PT PML dalam pengelolaan hutan. KPK menduga, Djunaidi memberikan sejumlah uang kepada Dicky, termasuk Rp100 juta untuk kepentingan pribadi, serta sebuah mobil baru senilai Rp2,3 miliar.

“Dimana Sdr. DIC (Dicky Yuana Rady) meminta mobil baru kepada Sdr. DJN. Kemudian Sdr. DJN menyanggupi keinginan Sdr. DIC untuk membeli 1 (satu) unit mobil baru tersebut,” ungkap Asep.

Selain itu, Djunaidi melalui stafnya juga memberikan uang Sin$189.000 kepada Dicky di kantor Inhutani. KPK menduga pemberian ini terkait persetujuan perubahan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang menguntungkan PT PML.

Atas temuan ini, KPK menetapkan tiga tersangka, yaitu Dicky sebagai penerima suap, serta Djunaidi dan Aditya sebagai pemberi suap.

“Sumber daya alam, termasuk sektor kehutanan, memiliki potensi penerimaan negara yang tinggi namun rentan terhadap praktik korupsi,” kata Asep.

Berdasarkan kajian KPK, lemahnya pengawasan hutan berpotensi menyebabkan kerugian negara hingga Rp35 miliar per tahun dan menghilangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga Rp15,9 triliun per tahun.

“Kegiatan ini sekaligus selaras dengan program pemerintah melalui satgas penertiban kawasan hutan,” tambah Asep.

(Red)

 

No More Posts Available.

No more pages to load.