Jakarta, ebcmedia.id – Mahkamah Agung (MA) kembali menolak permohonan peninjauan kembali (PK) kedua yang diajukan terpidana kasus pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso. Putusan dengan nomor 78/PK/PID/2025 itu diketok pada Kamis (14/8/2025) oleh Ketua Majelis Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto bersama dua hakim anggota, Yanto dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, dengan panitera pengganti Yunindro Fuji Ariyanto.
“Amar putusan: tolak,” tertulis dalam salinan putusan yang diakses Jumat (15/8/2025). MA menyatakan status perkara telah diputus dan saat ini sedang dalam proses minutasi.
PK kedua ini diajukan Jessica melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Otto menyebut pihaknya menyerahkan rekaman CCTV di Kafe Olivier sebagai bukti baru atau novum.
“Alasan PK kami ini ada beberapa hal, pertama ada novum, kedua ada kekhilafan hakim di dalam menangani perkara ini. Novum yang kami gunakan itu adalah berupa satu buah flashdisk berisi rekaman kejadian ketika terjadinya tuduhan pembunuhan terhadap Mirna di Olivier,” ujar Otto, Rabu (9/10/2024).
Jessica, yang divonis 20 tahun penjara pada 2016, mengaku terkejut mengetahui adanya bukti baru tersebut.
“Kaget ya waktu pertama kali dengar sampai ya enggak bisa berkata-kata, tapi ya saya bersyukur temuan-temuan tersebut ya ditemukan,” ungkapnya.
Sebelumnya, pada Desember 2018, MA juga telah menolak PK pertama Jessica. Ia bahkan pernah mengajukan kasasi pada 2017 yang dipimpin Hakim Agung Artidjo Alkostar (almarhum). Dalam buku Artidjo Alkostar, Titian Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan, Artidjo sempat menceritakan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian pandangannya soal perkara ini.
“Setelah mengamati beberapa persidangan, saya sudah bisa menyimpulkan bahwa Jessica bersalah. Alasannya kopi beracun itu dipegang beberapa orang, pembuat, pengantar, Jessica, dan peminum. Dari empat orang itu, jika dianalisis, peminum tidak mungkin melakukan. Lalu pembuat dan pengantar tidak punya motif melakukan, tapi Jessica memiliki motif dan ada hubungan erat dengan peminum,” kata Artidjo.
Menanggapi hal itu, Tito yang kala itu menjabat Kapolda Metro Jaya mengatakan bahwa yang menganalisis seorang hakim senior sekelas Pak Artidjo, kasus seperti ini menjadi sangat mudah.
(Dhii)