Seminar Nasional HUT Kejaksaan, Jaksa Agung Tekankan Pentingnya DPA untuk Pemulihan Aset

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Jaksa Agung RI, Prof. Dr. ST Burhanuddin, S.H., M.M., menekankan pentingnya penerapan pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau Kesepakatan Penundaan Penuntutan. Terobosan ini dinilai dapat memperkuat efektivitas penegakan hukum pidana, khususnya terhadap perkara korporasi.

Pernyataan itu disampaikan Burhanuddin dalam Keynote Speech pada Seminar Nasional bertajuk “Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Pidana” yang berlangsung di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, Kamis (21/8/2025). Acara ini juga diikuti secara daring oleh akademisi, praktisi, dan berbagai pemangku kepentingan hukum.

Menurut Jaksa Agung, mekanisme DPA yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, merupakan wujud nyata pembaharuan hukum pidana nasional. Ia menilai DPA akan meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kepastian hukum tanpa mengabaikan asas keadilan.

“Penegakan hukum pidana bukan semata-mata untuk menghukum, tetapi harus menjadi sarana mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, DPA harus dijalankan secara akuntabel, transparan, serta berorientasi pada pendekatan restoratif, korektif, dan rehabilitatif,” ujar Burhanuddin.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa praktik DPA lazim digunakan di negara dengan sistem common law sebagai sarana memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korporasi. Penerapan serupa di Indonesia, kata dia, sangat relevan guna mendorong optimalisasi pengembalian kerugian negara sekaligus mencegah pemborosan anggaran dalam proses penegakan hukum.

“Pembaruan hukum acara pidana melalui DPA bukan berarti melemahkan penegakan hukum. Justru sebaliknya, ini memperkuat peran hukum sebagai instrumen pemulihan dan pembangunan budaya hukum yang sehat,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Burhanuddin juga menyoroti beberapa isu penting yang perlu dibahas lebih lanjut, antara lain identifikasi korporasi sebagai subjek DPA, jenis tindak pidana yang relevan, mekanisme pelaksanaan, peran lembaga peradilan dalam pengesahan, hingga strategi mitigasi potensi penyalahgunaan.

“Momentum ini merupakan bagian dari sejarah reformasi peradilan pidana Indonesia. Hukum harus hadir tidak hanya untuk menghukum, tetapi juga untuk memulihkan, memperbaiki, dan membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap keadilan,” tambah Burhanuddin.

Seminar tersebut diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Lahir Kejaksaan ke-80. Hadir pula Wakil Menteri Hukum Prof. Eddy Omar Sharif Hiariej, Plt. Wakil Jaksa Agung Prof. Asep N. Mulyana, Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Dr. Prim Haryadi, Ketua Pembina Yayasan Pesantren Islam Al Azhar Prof. Jimly Asshiddiqie, Rektor Universitas Al Azhar Prof. Asep Saefuddin, serta berbagai tokoh hukum, akademisi, dan perwakilan masyarakat sipil.

(Ra)

No More Posts Available.

No more pages to load.