Jakarta, ebcmedia.id – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual terkait penyelesaian perkara dengan mekanisme Restorative Justice (RJ), Senin (25/8/2025). Dalam ekspose tersebut, disetujui 9 perkara untuk dihentikan penuntutannya.
Salah satu perkara yang mendapat persetujuan adalah kasus Risno Pirwandi alias Suang bin Sukuria dari Kejaksaan Negeri Majene, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang pengancaman.
Perkara ini berawal pada 30 Maret 2025 ketika tersangka merasa anaknya ketakutan akibat ulah korban Ade Saputra yang menggeber motornya saat pawai obor. Tersangka sempat mengambil parang dan menegur korban hingga terjadi ketegangan. Korban merasa terancam dan melarikan diri.
Kepala Kejaksaan Negeri Majene bersama tim kemudian menginisiasi penyelesaian perkara lewat jalur RJ. Pada 12 Agustus 2025, kedua belah pihak sepakat berdamai. Tersangka juga berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Atas dasar itu, Kejaksaan Negeri Majene mengajukan penghentian penuntutan yang akhirnya disetujui JAM-Pidum.
“Permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini kami setujui setelah mempertimbangkan kesepakatan damai antara tersangka dan korban serta faktor kemanusiaan,” ujar Prof. Asep Nana Mulyana.
Selain perkara di Majene, JAM-Pidum juga menyetujui delapan perkara lain yang berasal dari sejumlah daerah, antara lain:
1. Elgi Mulyono dari Kejaksaan Negeri Malinau (penggelapan/pencurian dalam keluarga).
2. Ongky Steven Love dan Arief dari Kejaksaan Negeri Malinau (pencurian dengan pemberatan).
3. Robertus Kiwan Sina dari Kejaksaan Negeri Nunukan (pencurian).
4. Eko Prayogi alias Yogi dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir (penadahan).
5. M. Afrizal alias Feri dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir (penadahan).
6. Muhammad Dewi dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur (perusakan).
7. Sukron dan Trisnal dari Kejaksaan Negeri Belitung Timur (penggelapan dalam jabatan).
8. Aswar Sugitra dari Kejaksaan Negeri Sidrap (tindak pidana perlindungan anak).
JAM-Pidum menegaskan, penghentian penuntutan melalui RJ diberikan dengan sejumlah pertimbangan, antara lain: tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya di bawah 5 tahun, telah ada perdamaian yang dilakukan secara sukarela, dan masyarakat merespons positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri diminta untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 sebagai wujud kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.
(Ra)