Indonesia Solar Summit 2025: Gotong Royong Energi Surya untuk Masa Depan

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Pemerintah Indonesia mulai menempatkan energi surya sebagai strategi utama dalam penurunan emisi dan pemenuhan kebutuhan energi nasional. Hal ini tercermin dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034 yang menargetkan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 17,1 GW, serta program 100 GW PLTS desa yang diluncurkan Presiden Prabowo Subianto.

Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai langkah ini penting, namun harus dipastikan berjalan adil dan berkelanjutan.

“Energi surya adalah kunci transisi energi bersih. Dengan potensi lebih dari 7 TW, Indonesia punya peluang besar untuk melompat ke masa depan yang lebih hijau. Momentum ini jangan hanya dimanfaatkan industri besar; PLTS harus hadir juga di sekolah, pesantren, UMKM, hingga rumah tangga,” tegas Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, dalam Media Briefing Indonesia Solar Summit (ISS) 2025, Selasa (2/9/2025).

Indonesia sendiri mencatat capaian kapasitas terpasang PLTS yang sudah menembus 1 GW pada Mei 2025. Tren adopsi PLTS atap di provinsi seperti Jawa Tengah dan DKI Jakarta menunjukkan peningkatan signifikan, baik di rumah tangga maupun industri.

Namun, tantangan masih besar. Regulasi yang berubah-ubah, keterbatasan skema pembiayaan, serta rantai pasok lokal yang lemah menjadi hambatan utama. Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, mengatakan pemerintah tengah menyiapkan aturan baru untuk memperkuat ekosistem energi surya.

“Kami sedang menyusun revisi Perpres 112/2022 dan Permen ESDM tentang PLTS operasi paralel. Pemerintah daerah juga didorong untuk menyelaraskan tata ruang, menjadi mediator lahan, hingga mengalokasikan APBD untuk proyek PLTS,” jelas Andriah.

Sementara itu, Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, menyoroti tren tumbuhnya PLTS terdistribusi seperti PLTS atap industri.

“PLTS captive menjadi faktor peningkat daya saing industri Indonesia di pasar global. Tapi pemerintah harus lebih transparan dalam perencanaan sistem, data, dan perizinan, misalnya lewat aplikasi digital,” ungkapnya.

Alvin juga menilai proyek ekspor listrik 3,4 GW ke Singapura bisa memperkuat rantai pasok domestik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 60 persen. Namun, ia mengingatkan harga modul lokal yang masih 30–40 persen lebih mahal dibanding impor perlu disiasati lewat insentif.

Untuk memperkuat momentum, IESR bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian ESDM akan menggelar Indonesia Solar Summit (ISS) 2025 pada 11 September mendatang.Forum bertema “Solarizing Indonesia: Powering Equity, Economy, and Climate Action” ini akan mempertemukan pelaku usaha, penyedia teknologi, pemerintah, hingga komunitas untuk mempercepat pemanfaatan energi surya sebagai pilar transisi energi nasional.

Pendaftaran dilakukan secara gratis di idsolarsummit.info.

(Ra)

No More Posts Available.

No more pages to load.