Status Anggota DPR Tak Berubah Meski Dinonaktifkan Partai, Ini Penjelasan Pakar Hukum

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Sejumlah anggota DPR RI yang dinonaktifkan partainya buntut pernyataan dan tindakan kontroversial, ternyata secara hukum tetap berstatus sebagai wakil rakyat. Hal itu ditegaskan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini.

Menurut Titi, istilah “nonaktif” yang digunakan partai politik tidak serta-merta mengubah kedudukan hukum anggota DPR.

“Ketika partai politik menyatakan menonaktifkan kadernya yang menjadi anggota DPR, hal tersebut sebenarnya masih berupa keputusan internal politik partai atau fraksi, belum mekanisme hukum yang otomatis mengubah status mereka sebagai anggota DPR,” kata Titi saat dihubungi, Senin (1/9/2025), dikutip dari Kompas.com.

Ia menjelaskan, istilah “nonaktif” memang dikenal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Namun, penggunaannya terbatas hanya untuk pimpinan atau anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang sedang diproses.

“Jadi, konteks ‘nonaktif’ dalam UU MD3 itu hanya berlaku pada posisi pimpinan atau anggota MKD, bukan pada anggota DPR secara umum,” ujarnya.

Dengan demikian, kata Titi, status anggota DPR hanya dapat berubah melalui mekanisme Pergantian Antarwaktu (PAW) sebagaimana diatur Pasal 239 UU MD3. Mekanisme ini berlaku jika anggota dewan meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan dengan alasan tertentu.

“Dari sisi hukum, mereka tetap berstatus anggota DPR sampai ada PAW. Penggantian antarwaktu bisa dilakukan setelah ada pemberhentian antarwaktu yang disampaikan pimpinan partai politik kepada pimpinan DPR,” sambungnya.

Titi juga mengingatkan bahwa penggunaan istilah nonaktif justru berpotensi menimbulkan kebingungan publik.

“Dari perspektif akuntabilitas publik, penggunaan istilah nonaktif adalah di luar koridor UU MD3 dan Tatib DPR, sehingga bisa menimbulkan kerancuan. Partai politik harus menjelaskan kepada masyarakat konsekuensi dari keputusan tersebut,” tutur mantan Direktur Eksekutif Perludem itu.

Lebih jauh, Titi mendorong adanya mekanisme recall oleh konstituen agar wakil rakyat yang bermasalah bisa langsung diganti berdasarkan aduan pemilih, bukan sekadar keputusan elite partai.

“Saya lebih mendorong para legislator bermasalah untuk mengundurkan diri, dan partai politik meminta maaf secara terbuka, lalu melakukan pembenahan besar-besaran,” tegasnya.

Sebelumnya, sejumlah partai mengambil langkah menonaktifkan kadernya di DPR usai gelombang unjuk rasa besar sejak 25 Agustus 2025. Partai Nasdem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, PAN menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya, sedangkan Partai Golkar menonaktifkan Adies Kadir. Aksi tersebut dipicu kekecewaan publik atas sikap para legislator yang dinilai tidak peka terhadap penderitaan rakyat.

(Ra)

No More Posts Available.

No more pages to load.