DEEP Indonesia Nilai Keputusan KPU Tutup Dokumen Capres-Cawapres Sebagai Kemunduran Demokrasi

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Nomor 731 Tahun 2025 yang menetapkan dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan selama lima tahun menuai kritik keras. Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, menilai langkah ini bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Menurut Neni, keputusan KPU tidak hanya bermasalah secara hukum, tetapi juga berbahaya secara politik. Dengan menutup dokumen penting seperti riwayat hidup, rekam jejak, laporan harta kekayaan (LHKPN), hingga surat keterangan lain, publik kehilangan akses terhadap informasi vital yang seharusnya bisa menjadi tolok ukur integritas calon pemimpin bangsa.

“KPU tidak boleh berlindung di balik alasan perlindungan data pribadi untuk menutup dokumen publik yang krusial. Menutupnya berarti mengunci hak rakyat untuk tahu dan melemahkan akuntabilitas pemilu. KPU adalah lembaga publik yang harus berintegritas, jangan sampai menjadi alat penguasa untuk kepentingan politik pragmatis,” tegas Neni Nur Hayati, Direktur DEEP Indonesia.

Ia juga membandingkan kebijakan ini dengan dokumen partai politik yang tetap terbuka saat pendaftaran ke KPU. “Jika dokumen parpol bisa dibuka, mengapa justru dokumen pribadi capres-cawapres dikunci? Seharusnya capres-cawapres tunduk pada standar keterbukaan yang sama,” ujarnya.

DEEP Indonesia kemudian menyampaikan sejumlah sikap resmi terkait keputusan KPU tersebut, di antaranya:

1. Ada dugaan pelanggaran prinsip keterbukaan informasi, karena undang-undang hanya memperbolehkan pengecualian terbatas, bukan menyapu semua dokumen sekaligus.

2. Publik kehilangan kesempatan kritis untuk menguji calon secara langsung pada saat momentum pemilu.

3. Klaim uji konsekuensi KPU tidak transparan karena tidak pernah dibuka kepada publik.

4. Keputusan ini berpotensi menggerus kepercayaan publik, sebab semakin tertutup, semakin menimbulkan kecurigaan.

5. KPU tidak boleh menjadi alat politik kekuasaan, tetapi harus berpihak pada kepentingan rakyat.

Atas dasar itu, DEEP Indonesia mendesak KPU segera mencabut Keputusan Nomor 731/2025 dan menggantinya dengan regulasi baru yang lebih seimbang. Neni menekankan, perlindungan data pribadi tetap penting, namun tidak boleh mengorbankan hak publik untuk mengakses informasi mengenai integritas calon presiden dan wakil presiden.

“Tidak ada alasan menutup informasi yang menjadi hak publik. Demokrasi hanya bisa tumbuh dengan transparansi, bukan dijalankan dalam ruang gelap,” pungkas Neni.

(Dhii)

No More Posts Available.

No more pages to load.