Kejagung Tetapkan CEO Navayo International AG Asal Hungaria dalam Daftar Buronan

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi memasukkan nama Chief Executive Officer (CEO) Navayo International AG asal Hungaria, Gabor Kuti, ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Ia ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan user terminal satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2016.

“Benar sudah dinyatakan DPO,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, saat dikonfirmasi wartawan, Senin (22/9/2025).

Anang menjelaskan, status buronan diberikan setelah penyidik tiga kali melayangkan surat pemanggilan secara patut kepada Gabor, namun tidak pernah hadir. Bahkan ketika dipanggil dua kali dalam kapasitasnya sebagai tersangka, Kuti tetap mangkir.

“Enggak pernah hadir,” tegas Anang.

Kejagung sebelumnya menyebut telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengingat Gabor merupakan warga negara asing (WNA) asal Hungaria. Penanganan perkara ini berada di bawah kewenangan Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil).

Sejauh ini, penyidik telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Anthony Thomas Van Der Hayden selaku perantara, dan Gabor Kuti sebagai CEO Navayo International AG.

Kontrak pengadaan yang ditandatangani Leonardi pada 1 Juli 2016 senilai 34,19 juta dolar AS (kemudian berubah menjadi 29,9 juta dolar AS) dinilai bermasalah. Penunjukan Navayo sebagai penyedia jasa disebut tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa yang semestinya, melainkan berdasarkan rekomendasi Van Der Hayden.

Meski Navayo mengklaim telah mengirimkan peralatan, belakangan diketahui sertifikat kinerja (Certificate of Performance/CoP) yang menandai selesainya pekerjaan disiapkan oleh Van Der Hayden. Dokumen tersebut ditandatangani pejabat Kemenhan tanpa pernah memverifikasi barang yang dikirim.

Atas dasar CoP itu, Navayo sempat melayangkan empat tagihan pembayaran. Namun, karena Kemenhan tak memiliki anggaran untuk proyek satelit hingga 2019, pembayaran tidak dilakukan. Perusahaan asal Hungaria itu kemudian menggugat pemerintah Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional di Singapura.

Dalam putusan, Indonesia kalah dan diwajibkan membayar 16 juta dolar AS dari tuntutan awal sebesar 23,4 juta dolar AS.

(Ra)

No More Posts Available.

No more pages to load.