Jakarta, ebcmedia.id – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan kasus korupsi Kerja sama akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry yang terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara hampir Rp 1,25 miliar, Kamis (25/09/2025).
Agenda persidangan hari ini adalah mendengarkan keterangan ahli, ada 2 ahli yang dihadirkan dalam ruang sidang, yaitu Wasis Dwi Ariawan selaku Ahli teknik perkapalan dari ITS dan Miftah Aulani Rahman selaku ahli akuntansi Forensik dalam penghitungan kerugian keuangan negara serta 1 ahli akan menyampaikan keterangan melalui zoom online yaitu Kusdianto selaku Ahli ekonomi dan bisnis.
Dalam persidangan juga dijelaskan oleh ahli Wasis mengenai Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan oleh pemerintah untuk melakukan klasifikasi, survei, dan sertifikasi kapal-kapal niaga serta fasilitas apung di Indonesia. BKI bertugas menilai kelayakan teknis kapal berdasarkan konstruksi lambung, mesin, dan listriknya untuk memastikan keselamatan pelayaran juga bertanggung jawab tentang asset kapal.
“BKI itu bertanggung jawab mengenai asset kapal secara ekonomi dan keselamatan manusia dan pemeliharaan lingkungan adalah tanggung jawab pemerintah,” jelasnya.
Ahli juga menerangkan dalam persidangan maupun dengan KPK bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai sertifikasi penilaian kapal tetapi Wasis mempunyai keilmuan dibidang perkapalan yang sudah digunakan di beberapa instansi untuk penilaian kapal.
Keterangan tersebut juga kembali di tanyakan oleh Soesilo Aribowo selaku kuasa hukum Ira Puspa Dewi dalam persidangan. Ahli Wasis terungkap tidak mempunyai sertifikasi untuk penilaian kapal, yang bersangkutan hanya bisa menentukan nilainya tetapi tidak berwenang menerbitkan penilaian atas kapal.
“Apakah menilai kapal itu perlu sertifikasi? Dijawablah oleh ahli kalau untuk resmi perlu sertifikasi, resmi itu seperti konsultan jasa penilai MBPRU itu jasa penilai profesional, nah sedangkan dia hanya mampu menghitung,” jelasnya.
Soesilo Aribowo menambahkan terkait sertifikasi ini, di dalam persidangan penilaian kapal yang seharusnya digunakan sebagai dasar adalah penilaian yang diterbitkan oleh pihak yang sudah bersertifikasi dan berwenang. Apabila yang membuat penilaian tidak berwenang makan seluruh hasilnya tidak bisa digunakan.
“Ini soal formal persidangan, kalo dia ga ada sertifikasi maka tidak berwenang dia, tidak authorized, dan kalo tidak berwenang maka hasilnya seluruhnya tidak sah, tidak bisa dipakai,” tegasnya.
Dalam persidangan dasar yang digunakn untuk menghitung kerugian negara adalah dari lembaga independen yang memang ditunjuk secara peraturan dapat menghitung kerugian negara seperti BPKP atau bisa juga akuntan publik dimana mereka tidak mempunyai conflict of interest di dalamnya.
“Justru itu, nanti kerugian negara dihitung KPK dari hasil penilaian dia tadi, nah kalo dia ga sah, ya kan ikut ga sah juga. Kedua mereka dari KPK itu bukan dari lembaga luar tapi ini dari internal KPK sendiri yang menghitung, kalo seperti itu kan tidak independen akan ada conflict of interest,” imbuhnya.
Didalam keterangannya kuasa hukum juga menduga KPK akan menghitung sendiri kerugian negara, hal ini akan menimbulkan conflict of interest didalamnya. Selain itu dugaan juga muncul bahwa KPK telah mengajukan surat permintaan untuk penghitungan kerugian negara kepada BPKP tetapi tidak dikeluarkan surat tugasnya karena memang tidak ada kerugian yang dapt dihitung.
“Didalam Undang-undang mana itu internal KPK bisa menghitung sendiri, yg ada BPKP, Akuntan publik, kalo seperti itu dia nanti disidik sendiri, dituntut sendiri, di hitung sendiri, nah disini saya ragunya jangan-jangan KPK sudah mengajukan surat permintaan perhitungan kepada BPKP cuma tidak dikeluarkan surat tugasnya alias tidak bisa dia menghitung ya karena tidak ada kerugian negara,” tutupnya.
Dalam sidang terdahulu, telah disebutkan bahwa terdakwa dalam kasus ini adalah Tiga mantan direktur PT ASDP didakwa dalam kasus ini, yang diduga melibatkan akuisisi kapal-kapal tua dan tidak layak, ketiganya adalah mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi, Harry Muhammad Adhi Caksono selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024, dan Muhammad Yusuf Hadi selaku Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024.
(Ar)