Ahli Hukum: Penyalahgunaan Wewenang Adalah Perbuatan Melawan Hukum di Sidang Korupsi Gula

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Ahli Hukum Pidana Unviersitas Negeri Riau, Dr. Erdianto Effendi dan seorang Auditor BPKP, Khusnul Khotimah dihadirkan dalam Sidang lanjutan dugaan perkara korupsi impor gula yag digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (26/09/2025).

Persidangan kali ini berfokus pada perdebatan mengenai teori pidana yang berkaitan dengan perkara gula dan metode perhitungan kerugian negara. Jaksa penuntut umum menilai bahwa para terdakwa menyalahgunakan izin impor yang diberikan pemerintah.

Teori dalam hukum Pidana yang cukup menimbulkan perdebatan ahli dan kuasa hukum adalah mengenai penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, khususnya terkait dengan unsur perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang. Ahli Erdiyanto juga menyoroti ketidakselarasan konstruksi ancaman pidana dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

“Menurut teori, yang lebih spesifik seharusnya ancamannya lebih berat. Tetapi di sini, justru Pasal 2 lebih berat daripada Pasal 3. Ini memang kelemahan yang sering menimbulkan perdebatan dalam praktik peradilan,” jelas Erdiyanto dalam persidangan.

Ditemui seusai persidangan, Agus Sudjatmoko selaku kuasa hukum Hans Falitha Hutama menerangkan bahwa penyusunan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum kerap menimbulkan persoalan. Menurutnya, ancaman pidana dalam Pasal 2 yang lebih berat sering dijadikan dakwaan primer, sementara Pasal 3 yang lebih spesifik dijadikan subsider.

“Secara teori, seharusnya Pasal 3 lebih berat, karena ini spesifik. Sama halnya seperti perbandingan penggelapan biasa dengan penggelapan jabatan, yang justru ancaman pidananya lebih tinggi. Tapi dalam praktik, Pasal 2 yang lebih berat malah dijadikan primer. Ini terbalik,” ujarnya.

Ia menegaskan apabila suatu perbuatan tidak terbukti sebagai perbuatan melawan hukum dalam Pasal 2, maka otomatis Pasal 3 pun menjadi sulit dibuktikan.

“Seharusnya ini kalau perbuatan melawan hukum tidak terbukti, maka penyalahgunaan wewenang yang merupakan bagian dari perbuatan melawan hukum juga otomatis gugur,” tegasnya.

Selain itu, ahli Erdianto menambahkan dalam penjelasannya mengenai konsep perbuatan berlanjut dan perbarengan dalam hukum pidana.

“Kalau ada beberapa perbuatan dalam satu dakwaan, harus diperjelas apakah itu perbarengan (concursus) atau perbuatan berlanjut. Pasal 63 KUHP sudah jelas, bila ada perbarengan, maka dipilih tindak pidana dengan ancaman paling berat, jika dalm dakwaan tidak disebutkan Pasal 65 atau 66 KUHP, maka tidak dapat dianggap sebagai perbarengan. Begitu juga dengan Pasal 55 dan 56, sebaiknya dimasukkan secara alternatif agar tidak lemah ketika salah satu unsur tidak terbukti,” kata ahli.

Agus juga menerangkan jika dakwaan ini, dia menyatakan dalam rangkaian peristiwanya itu beberapa perbuatan.Dimana beberapa perbuatan tersebut dijadikan satu dalam dakwaan atau yang disebut dengan menggabungkan tindak pidana.

“Nah, itu masuk dalam pembicaraan masalah pembarengan perbuatan atau perbuatan berlanjut, dimana itu harus disebutkan dalam dakwaan pasalnya. Dalam pasal 65 atau pasal 66. Pasal 65 itu ketentuan khusus pembarengan perbuatan. Jadi beberapa perbuatan atau tindak pidana yang mandiri digabung jadi satu, Kalau dia dalam rangkaian peristiwanya menyebutkan beberapa perbuatan, tapi gak menyebutkan pasal 65, namanya itu harus batal demi hukum karena tidak jelas. Ini ngomongin bentuknya ya belum ke materialnya”, ujarnya

Ia juga menambahkan bahwa dalam perbuatan melawan hukum harus ada hubunga kausalitas sebab akibat. Akibat akan muncul ketika sebab sudah terjadi, jika hubungan kausalitas ini tidak ada makan hal ini tidak bisa dianggap sebagai tindak pidana.

“Nah, terus tadi terkait ke materinya. Materinya, biasanya perbuatan melawan hukum itu harus merupakan sebab dari akibat. Akibatnya adalah kerugian keuangan negara dan sebabnya adalah perbuatan melawan hukum. Nah ini kalau gak ada hubungan kausalitas ya gak bisa hal itu dianggap sebagai tindak pidana korupsi. Di sini, yang bisa menentukan apa penyimpangannya, apa itu kesalahannya ya dilihat dari laporan audit BPKP”, tutupnya

Dalam sidang terdahulu, para terdakwa ini didakwa merugikan keuangan negara Rp 578 miliar dan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Ar)

No More Posts Available.

No more pages to load.