Jurnalis Alami Intimidasi Saat Liput Runtuhnya Gedung Ponpes Al Khoziny, AJI dan PFI Surabaya Angkat Suara

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Sejumlah jurnalis yang bertugas meliput peristiwa ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Mereka mengalami dugaan penghalang-halangan kerja jurnalistik hingga intimidasi dari kelompok beratribut ormas keagamaan.

Peristiwa itu dialami sejumlah wartawan, termasuk seorang jurnalis media internasional. Ia mengaku mendapat ancaman sejak meliput di lokasi pada Selasa (30/9) pagi hingga Rabu (1/10) malam.

“Saat itu saya baru akan gambar plang nama pesantren padahal, bukan gedung yang runtuh, tapi saya diteriaki ‘apa kameramu mau saya banting?’ Dengan nada keras, oleh orang berpakaian seragam paramiliter,” ujarnya, Kamis (2/10/2025), dikutip dari CNN Indonesia.

Tak hanya itu, beberapa jurnalis lain yang melakukan observasi dan siaran langsung di sekitar lokasi juga dihalangi. Seorang jurnalis mengaku sempat diusir oleh sekelompok santri.

“Saya dikerubungi sekitar lima santri kemudian diteriaki ‘enggak boleh diliput, enggak boleh diliput’ berulang-ulang,” tuturnya.

Bahkan, santri dan anggota ormas tersebut disebut turut memasang garis kuning di akses jalan masuk menuju pesantren, sehingga jurnalis tidak dapat mendekat.

“Mereka (santri dan anggota ormas) memasang garis kuning secara mandiri untuk membatasi akses jurnalis,” kata seorang pewarta. Ia menilai alasan itu bukan faktor keamanan, sebab para santri tanpa pelindung justru dibiarkan mendekati lokasi reruntuhan.

“Kami yakin yang memasang garis tak boleh melintas di kampung itu bukan petugas atau tim SAR. Kami menghormati otoritas SAR itu. Kalau memang alasannya [pemasangan garis] itu untuk keselamatan, kenapa justru santri yang tak memakai atribut pelindung diri bisa leluasa mendekat ke titik lokasi kejadian, sedangkan jurnalis justru diusir,” tambahnya.

Menanggapi laporan tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya bersama Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya menyampaikan sikap.

“Kami menyampaikan duka cita mendalam atas jatuhnya korban dalam peristiwa runtuhnya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur,” kata keterangan resmi AJI-PFI Surabaya, Kamis (2/10/2025).

Mereka menegaskan, di tengah proses evakuasi, jurnalis berperan penting menyampaikan informasi yang sudah terverifikasi.

“Namun, AJI Surabaya dan PFI Surabaya menerima laporan terjadinya dugaan pembatasan dan penghalang-halangan terhadap kerja jurnalis di lokasi kejadian,” lanjutnya.

Menurut AJI dan PFI, larangan serta intimidasi yang dialami pewarta bertentangan dengan regulasi pers.

“Kami menilai tindakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat 1 UU Pers mengatur sanksi pidana bagi siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik,” tegasnya.

Atas insiden ini, AJI dan PFI Surabaya mengecam keras pembatasan dan ancaman terhadap jurnalis.

“Kami mendesak pengurus ponpes dan semua pihak terkait untuk menghentikan segala bentuk ancaman dan pembatasan terhadap jurnalis, demi terpenuhinya hak publik atas informasi yang akurat dan terpercaya,” ujarnya.

Mereka menekankan kembali bahwa kerja jurnalistik di tengah bencana dan krisis harus dihormati, agar publik mendapatkan informasi teruji serta proses penanganan berlangsung transparan dan akuntabel.

(Red)

No More Posts Available.

No more pages to load.