Jakarta, ebcmedia.id – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di lingkungan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat, Kamis (2/10/2015). Persidangan kali ini, saksi mahkota kembali membeberkan sejumlah fakta terkait aliran dana dan pemanfaatan aset yang diduga berasal dari praktik penyelewengan anggaran.
Terus bergulir keterangan demi keterangan dan mulai terungkap bahwa selama bertahun-tahun pelaksanaan kegiatan, terjadi banyak pertemuan koordinasi — bahkan disebutkan bisa mencapai 25 kali pertemuan dalam satu tahun diluar kantor. Namun, pelaporan kegiatan tidak selalu dilakukan secara tertib dan terdokumentasi.
Saat ditanya oleh kuasa hukum tentang siapa yang bertanggung jawab dalam menentukan jenis kegiatan, M Fairza menyatakan bahwa hal tersebut lebih banyak bergantung pada siapa yang “menemukan kegiatan”. Artinya, kegiatan kerap ditentukan secara informal, tanpa prosedur yang jelas dan sesuai arahan dari atasan.
Salah satu perhatian dalam sidang adalah peran terdakwa M. Fairza, yang dalam persidangan ini didampingi oleh kuasa hukumnya, Waspada Daeli dan Santo Sinaga. Mereka mengonfirmasi keabsahan prosedur yang dijalankan selama terdakwa masih menjabat di lingkungan Dinas Kebudayaan.
Menurut kuasa hukum Fairza, keluarganya juga mengeluhkan kesulitan ekonomi hingga harus menjual beberapa aset yang digunakan untuk simpanan anak-anaknya.
“Saya datang langsung ke rumah Pak Fairza, dan memang kondisi rumah biasa saja, dua kamar, tidak menunjukkan adanya kemewahan berlebih,” ujarnya.
Dalam persidangan, turut diungkap bahwa terdapat simpanan dana hingga Rp1 miliar, yang disebut-sebut digunakan untuk tabungan serta biaya pendidikan anak M Fairza yang masih duduk di bangku SMP. Dari pengakuannya sendiri, sementara sisanya merupakan tabungan keluarga serta hasil dari aset rumah.
Waspada, juga menerangkan dalam persidangan, ada kesaksian terdakwa Iwan selaku Kadis mengaku bahwa tidak mengetahui bahwa adanya praktik penyalahgunaan anggaran yang berlangsung selama dua tahun.
“Secara logika, tidak mungkin bawahan berani melakukan hal sebesar itu tanpa arahan atau izin dari atasan,” tegas Waspada.
Ia pun menambhakan hingga kini belum ditemukan bukti langsung berupa catatan atau dokumen resmi yang menunjukkan adanya penyerahan uang secara terang-terangan.
“Korupsi biasanya dilakukan secara tersembunyi, jadi sulit ditemukan bukti fisik yang jelas,” tambahnya
Kuasa Hukum juga berharap agar jaksa penuntut umum dapat melihat fakta-fakta persidangan dengan objektif dan mengambil keputusan berdasarkan hati nurani.
“Harapan saya, keputusan nantinya sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan,” pungkasnya.
Seperti disebutkan dalam sidang terdahulu, Para terdakwa dalam perkara korupsi ini antara lain eks Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta, Iwan Henry Wardhana, eks Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta, Mohamad Fairza Maulana, serta pemilik penyelenggara acara (EO) Gerai Production (GR PRO), Gatot Arif Rahmadi.
(AR)