Kuasa Hukum Jimmy Masrin: Tidak Ada Aliran Dana ke Rekening Pribadi, Kerugian Negara Dipertanyakan

oleh
oleh
Kuasa hukum terdakwa Jimmy Masrin, Soesilo Aribowo, SH, MH. Foto: AR
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat kembali menggelar Sidang perkara dugaan korupsi terkait pembiayaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Jumat (3/10/2025). Agenda persidangan kali ini masih dengan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh pihak Jaksa Penuntut Umum.

Terdakwa dalam perkara ini yakni petinggi PT Petro Energy yaitu Jimmy Masrin selaku pemilik PT Petro Energy, Newin Nugroho sebagai Direktur Utama, dan Susy Mira Dewi sebagai Direktur Keuangan.

Dalam persidangan kali ini, Soesilo Aribowo, SH, MH. tim kuasa hukum terdakwa Jimmy Masrin yang kami temui seusai sidang menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menerima aliran dana pinjaman secara pribadi, dan menilai dakwaan jaksa yang membebankan kerugian negara kepada Jimmy tidak berdasar.

Kuasa hukum Jimmy Masrin menjelaskan bahwa proses memorandum analisa pembiayaan (MAP) yang menjadi dasar pinjaman telah dijalankan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pejabat LPEI.

“Kepala Divisi FEI sudah melaksanakan tupoksinya dengan benar, termasuk melakukan KYC atau know your customer. Pertemuan dengan nasabah adalah prosedur yang memang harus dilakukan,” ujarnya

Ia menegaskan, seluruh pencairan pinjaman dengan nilai kurang lebih Rp900 miliar masuk langsung ke rekening PT Petro Energi, bukan ke rekening pribadi Jimmy Masrin.

“Tidak ada satu rupiah pun yang mengalir ke rekening pribadi Pak Jimmy. Semuanya digunakan untuk kepentingan perseroan. Jadi tidak adil bila kerugian itu dibebankan kepada Pak Jimmy secara pribadi,” lanjutnya.

Kuasa hukum juga menyinggung pinjaman senilai Rp400 miliar yang disebut dalam dakwaan. Menurutnya, pinjaman tersebut merupakan bagian dari fasilitas pembiayaan yang sah dan tercatat. Bahkan, ketika terjadi masalah keuangan pada 2016, utang perusahaan telah direstrukturisasi melalui mekanisme PKPU.

“Hutang diambil alih oleh PT Padaidi dan PT Catur, dengan kesepakatan pembayaran sebesar 60 juta dolar AS. Saat ini tersisa 30 juta dolar, yang masih berjalan lancar hingga tahun 2028. Tidak ada tunggakan maupun denda di luar yang telah disepakati,” jelasnya.

Dengan kondisi tersebut, ia mempertanyakan letak kerugian negara sebagaimana disebutkan dalam dakwaan. Selain itu, kuasa hukum juga menyoroti keterangan saksi yang menyebut kredit diberikan karena adanya hubungan dengan Jimmy Masrin. Menurutnya, hal itu tidak relevan karena kepemilikan saham Jimmy di PT Caktur Karsa hanya sebagian kecil dan perusahaan tersebut juga dimiliki pihak keluarga lain.

“Kalau sampai sekarang cicilan masih berjalan dan current, kerugiannya di mana? Tidak ada kredit macet, Saksi bahkan mengakui telah melakukan bank checking sebelum memberikan kredit. Jadi tuduhan bahwa semua ini dikendalikan langsung oleh Pak Jimmy adalah tidak tepat” tegasnya.

Sidang hari ini menghadirkan delapan saksi, namun baru satu yang diperiksa. Agenda pemeriksaan saksi masih akan berlanjut hingga tuntas. Tim kuasa hukum berharap, kesaksian yang terungkap di persidangan dapat memperjelas keterlibatan Jimmy Masrin yang dinilai tidak sesuai dengan dakwaan jaksa.

“Pertemuan antara Pak Jimmy, Pak Nevin, dan direksi LPEI merupakan hal yang wajar dalam konteks mencari nasabah. Itu tidak bisa dijadikan dasar tuduhan korupsi,” pungkasnya

Sidang akan kembali dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi berikutnya. Publik kini menanti apakah rangkaian keterangan di pengadilan mampu membuka secara terang duduk perkara, sekaligus menjawab apakah benar terdapat kerugian negara dalam kasus ini.

(AR)

No More Posts Available.

No more pages to load.