Jakarta, ebcmedia.id – Mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih, dijatuhi hukuman untuk membayar uang pengganti lebih dari Rp 29 miliar setelah dinyatakan terbukti melakukan korupsi dalam kasus investasi fiktif. Putusan ini dibacakan oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Purwanto S Abdullah, dalam sidang yang digelar pada Senin (6/10/2025).
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 29,152 miliar, 127.057 dollar Amerika Serikat (AS), 283.002 dollar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht, 30 poundsterling, 128.000 yen, 500 dollar Hong Kong, dan 1,262 juta won, serta Rp 2.877.000,” ujar hakim Purwanto saat membacakan amar putusan.
Hakim menjelaskan, jumlah uang pengganti tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi yang dinikmati langsung oleh Kosasih. Bila tidak mampu membayar, Kosasih akan menjalani pidana tambahan penjara selama tiga tahun.
Selain itu, Kosasih dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Menurut majelis hakim, uang hasil korupsi tersebut telah digunakan untuk membeli berbagai aset mewah, mulai dari apartemen hingga kendaraan pribadi.
Beberapa aset yang disebut dalam putusan antara lain:
– 4 unit apartemen The Smith senilai Rp 10,7 miliar,
– 2 unit apartemen Spring Wood senilai Rp 5 miliar,
– 4 unit Sky House BSD senilai Rp 5 miliar,
– 3 bidang tanah di Serpong senilai Rp 4 miliar,
– 1 unit apartemen Belleza senilai Rp 2 miliar, serta
– 3 unit mobil Honda senilai Rp 1,67 miliar.
Hakim menilai, aset-aset tersebut tidak sesuai dengan penghasilan sah Kosasih sebagai pimpinan BUMN. Bahkan, sebagian di antaranya diduga sengaja tidak dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk menutupi sumber dan keberadaannya.
Selain Kosasih, majelis juga menjatuhkan hukuman terhadap Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto, yang turut dinyatakan terbukti menikmati hasil korupsi senilai 253.660 dolar AS.
Sebagian uang itu digunakan untuk membeli tanah seluas 200 meter persegi di Cipulir, Jakarta Selatan.
“Berdasarkan fakta persidangan, terbukti pembelian rumah tanah tersebut dilakukan secara bertahap mulai Maret 2019 dengan total nilai Rp 2,7 miliar, dengan tahun pembelian bersamaan dengan persiapan skema investasi reksadana I-Next G2,” ucap hakim Purwanto.
Hakim menolak pembelaan Ekiawan yang mengaku pembelian tanah dilakukan dari penghasilan sah.
“Terdapat pencampuran antara penghasilan sah dan hasil kejahatan,” tegas hakim.
Atas dasar itu, tanah dan bangunan di Cipulir disita untuk negara sebagai bagian dari pemulihan keuangan negara.
Ekiawan dijatuhi hukuman 9 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti 253.660 dolar AS dengan ancaman 2 tahun penjara tambahan jika tidak dibayar.
Majelis menilai, tindakan kedua terdakwa telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 1 triliun. Hakim menegaskan, Kosasih dan Ekiawan terbukti melakukan korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hakim juga menyoroti proses penunjukan PT Insight Investment Management sebagai pengelola investasi reksadana I-Next G2, yang dilakukan secara penunjukan langsung tanpa melalui mekanisme tender. Selain itu, penjualan aset PT Taspen berupa sukuk ijarah SIAISA02 dan investasi dana Rp 1 triliun ke reksadana I-Next G2 melalui broker PT IIM dan KB Valbury Sekuritas Indonesia dinilai merupakan tindakan melawan hukum karena tidak didahului kajian kelayakan yang memadai.
“Keputusan terdakwa Kosasih untuk membeli reksadana berisiko dilakukan secara tergesa-gesa,” ucap hakim Purwanto dalam amar putusannya.
(AR)