Kejagung Hadirkan Ahli Hukum untuk Perkuat Penetapan Tersangka Nadiem Makarim dalam Kasus Laptop Chromebook

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, Rabu (8/10/2025). Agenda kali ini menghadirkan ahli dari pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memberikan keterangan hukum.

Kejagung menghadirkan Profesor Suparji Ahmad, ahli hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI). Suparji tampak hadir dan duduk di deretan kursi pengunjung paling depan ruang sidang.

“Iya (dihadirkan sebagai ahli dari Kejagung),” kata Suparji di ruang persidangan.

Suparji dihadirkan untuk memperkuat posisi hukum Kejagung dalam penetapan Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan.

Diketahui sebelumnya, dalam sidang beragenda pembacaan duplik pada Senin (6/10), pihak Kejagung menegaskan bahwa penetapan status tersangka terhadap Nadiem telah dilakukan setelah penyidik memperoleh empat alat bukti sah sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana.

“Termohon selaku penyidik telah mendapat bukti permulaan tercukupinya minimal dua alat bukti, bahkan diperoleh empat alat bukti berdasarkan Pasal 184 KUHAP, yang didapatkan dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, maupun barang bukti elektronik,” ucap perwakilan Jaksa Kejagung di hadapan hakim tunggal PN Jaksel.

Menurut Kejagung, penyidik juga telah memeriksa 113 saksi, termasuk Nadiem sendiri, sebelum status tersangka ditetapkan.

“Sebelum menetapkan pemohon sebagai tersangka pada 4 September 2025, penyidik telah memperoleh keterangan dari sekitar 113 orang saksi, termasuk di antaranya Nadiem Anwar Makarim yang pernah diperiksa sebagai saksi,” jelas Jaksa Kejagung.

Dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal PN Jaksel itu, pihak Kejagung menyatakan bahwa seluruh dalil yang diajukan tim kuasa hukum Nadiem untuk membatalkan status tersangka tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

“Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana tersebut di atas, termohon berkesimpulan bahwa semua dalil-dalil yang dijadikan alasan pemohon untuk mengajukan permohonan praperadilan ini adalah tidak benar,” tegas jaksa.

Kejagung juga meminta hakim menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Nadiem dan menyatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima.

“Kami memohon agar hakim menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” imbuh jaksa.

Permohonan praperadilan ini diajukan setelah Kejagung menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022, yang mencakup pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook untuk sekolah di seluruh Indonesia, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Proyek itu menelan anggaran sekitar Rp 9,3 triliun.

Namun, Kejagung menilai kebijakan tersebut tidak efektif karena sebagian besar daerah 3T belum memiliki akses internet memadai untuk mendukung penggunaan perangkat Chromebook.

Selain Nadiem, empat nama lain juga telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Mulyatsyah (Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021), Sri Wahyuningsih (Direktur SD Kemendikbudristek 2020–2021), Jurist Tan (mantan staf khusus Mendikbudristek), dan Ibrahim Arief (mantan konsultan teknologi).

Dari hasil penyelidikan awal, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun yang berasal dari dua sumber: dugaan penyimpangan pengadaan software Content Delivery Management (CDM) senilai Rp 480 miliar, serta mark up harga laptop sekitar Rp 1,5 triliun.

(Kiss)

No More Posts Available.

No more pages to load.