Jakarta, ebcmedia.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan terhadap tiga terdakwa dalam perkara dugaan korupsi kegiatan di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Kamis (9/10/2025). Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta tersebut, para terdakwa dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
JPU menuntut terdakwa Iwan Henry Wardhana dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut agar Iwan membayar uang pengganti sebesar Rp20 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana 6 tahun penjara.
Sementara itu, terdakwa M. Fairza Maulana dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp1 miliar subsider 3 tahun 6 bulan penjara.
Adapun terdakwa Gatot Arief Rahmadi dituntut 9 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp13 miliar subsider 3 tahun 6 bulan penjara.
Misfuryadi SH dan Barends Damanik SH selaku pihak kuasa hukum terdakwa Gatot menilai tuntutan jaksa tersebut tidak mencerminkan keadilan, sebab kliennya telah bersikap terbuka dan kooperatif dalam mengungkap perkara ini.
“Kami sebetulnya merasa berat banget dengan tuntutan dari jaksa. Padahal dari awal pihak Jakarta sendiri sudah berkomitmen untuk membuka semua yang terjadi, bahkan klien kami bersedia menjadi saksi mahkota,” ujar kuasa hukum Gatot usai persidangan.
Kuasa hukum menilai, majelis hakim perlu mempertimbangkan peran Gatot yang membantu mengungkap praktik penyimpangan di lingkungan Dinas Kebudayaan. Ia bahkan layak diajukan sebagai justice collaborator ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Beliau sudah terbuka, sudah menjelaskan semua yang terjadi. Tapi sampai hari ini tidak ada tindak lanjut, bahkan surat pernyataan justice collaborator pun belum mendapat respons,” tambahnya.
Lebih lanjut, kuasa hukum juga mengkritisi dasar perhitungan kerugian negara yang digunakan BPK. Menurutnya, terdapat sejumlah kejanggalan antara nilai anggaran yang dilaporkan dan realisasi kegiatan di lapangan.
“Contohnya kegiatan kebudayaan di Condet. Dalam laporan tertulis, anggarannya hanya Rp1,9 juta. Padahal acara itu melibatkan artis, ada panggung, lighting, dan konser besar, nilainya bisa mencapai Rp60 sampai Rp75 juta per kegiatan, Kalau dihitung keseluruhan kegiatan, selisihnya bisa mencapai Rp2,8 sampai Rp2,9 miliar,” ungkapnya.
Kuasa hukum juga menyoroti bahwa perhitungan BPK tidak memperhitungkan biaya riil operasional seperti gaji 25 orang karyawan, sewa kantor, serta kebutuhan kegiatan selama tiga tahun.
“Biaya gaji, sewa kantor, dan kebutuhan kegiatan itu tidak dihitung sama sekali. Padahal itu bagian dari kegiatan resmi, bukan penyimpangan,” ujarnya.
Ia menegaskan, tuduhan bahwa kliennya memperkaya diri sendiri tidak sesuai fakta di lapangan. Gatot, hanya memiliki dua mobil dan satu rumah yang kini juga telah disita oleh Kejaksaan.
“Kerugian negara yang disebutkan itu terlalu jauh dari kenyataan. Klien kami bukan orang yang hidup mewah, dan semua asetnya sudah disita, berharap majelis hakim dapat menilai perkara ini secara objektif, dengan mempertimbangkan kontribusi terdakwa dalam membantu proses penyidikan dan pengungkapan kasus,” pungkasnya.
Kuasa Hukum juga telah menyatakan dalam persidangan bahwa kliennya akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) untuk persidangan minggu depan.
(AR)