Jakarta, ebcmedia.id – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kapal di PT. ASDP kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/10/2025). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh pihak terdakwa untuk memberikan pandangan teknis dan hukum terkait proses pengadaan kapal.
Tiga di antara ahli yang hadir ialah Capt. A. Utoyo Hadi, S.H., M.Si. (ahli pelayaran), Eko Sembodo (ahli penghitungan kerugian negara), dan Prof. Dr. Nindyo Pramono (ahli hukum bisnis dan korporasi).
Dalam persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, ahli pelayaran Capt. A. Utoyo Hadi menjelaskan bahwa penilaian terhadap kelayakan kapal tidak semata-mata ditentukan oleh umur kapal, melainkan oleh kondisi teknis dan laik laut (seaworthiness) dari kapal tersebut.
Saat menjawab pertanyaan majelis hakim terkait umur kapal dan standar kelayakan pelayaran.
“Umur kapal tidak menentukan apakah kapal itu layak atau tidak. Sepanjang kapal tersebut laik laut dan memenuhi persyaratan teknis, maka tetap bisa beroperasi.” jelas capt Utoyo dalam persidangan.
Dalam persidangan ahli menyatakan bahwa usia kapal hanya salah satu indikator minor dan tidak mencerminkan nilai ekonomi maupun fungsi kapal secara keseluruhan. Ahli juga menambahkan bahwa keputusan untuk melakukan scrapping (penghapusan kapal) harus melalui persetujuan pemilik kapal, bukan semata hasil penilaian visual atau akademis.
Kuasa hukum terdakwa Ira Puspadewi, Soesilo Aribowo, menjelaskan bahwa kehadiran para ahli ini sangat penting untuk menjelaskan aspek teknis dan hukum yang selama ini kurang dipahami secara menyeluruh. Menurutnya, keterangan ahli pelayaran yang dihadirkan menegaskan bahwa faktor usia kapal tidak dapat dijadikan ukuran utama dalam menilai kelayakan atau nilai ekonomis suatu kapal.
“Ahli yang dihadirkan hari ini bukan hanya teoretikus, tetapi juga praktisi kapal yang berpengalaman di bidang maritim. Mereka paham betul soal sertifikat kapal dan aspek kelayakan pelayaran,” ujar Soesilo seusai sidang.
Lebih lanjut, Soesilo menjelaskan bahwa Capt. A. Utoyo Hadi menegaskan umur kapal tidak menentukan kualitas maupun kelayakan kapal untuk beroperasi.
“Yang penting itu kondisi biologis kapal, bukan umurnya. Sepanjang kapal tersebut laik laut, maka tetap bisa digunakan untuk berlayar, berapapun usianya,” jelasnya.
Ia juga menyinggung soal pandangan ahli terkait perbandingan antara kapal baru dan kapal bekas (second). Menurut ahli, membeli kapal bekas justru bisa lebih efisien selama kondisinya masih baik dan memenuhi standar keselamatan pelayaran.
“Kalau kapal second itu masih sehat dan bisa langsung beroperasi, bahkan menghasilkan keuntungan, maka itu justru lebih efisien daripada beli baru,” ujar Soesilo.
Terkait pandangan mengenai scrap value atau nilai sisa kapal, Soesilo menilai bahwa ahli dari pihak Jaksa sebelumnya terlalu sempit menilai kondisi kapal hanya dari usia material atau besi kapal.
“Ahli dari ITS itu hanya menilai kapal dari usia besinya saja. Padahal bagian-bagian kapal bisa diganti dan diperbaiki, jadi tidak bisa serta merta dikategorikan sebagai scrap,” tegasnya.
Selain itu, Soesilo juga menyoroti bahwa rekomendasi dari BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) yang dipermasalahkan dalam dakwaan ternyata bukan berasal dari BKI, melainkan dari ahli yang diajukan oleh jaksa, yaitu Dr. Wasis dari ITS.
Secara keseluruhan, menurut Soesilo, keterangan para ahli yang dihadirkan oleh pihak pembela hari ini memberikan penjelasan yang objektif dan mudah dipahami, termasuk menjawab berbagai pertanyaan dari majelis hakim.
“Keterangan ahli hari ini sangat bagus dan objektif. Hakim juga aktif bertanya, dan penjelasan para ahli membuat duduk perkaranya jadi lebih terang dan mudah dipahami,” tutupnya.
Dalam sidang terdahulu, ketiga terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono, didakwa merugikan negara Rp 1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT. Jembatan Nusantara pada 2019-2022.
(AR)