Ira Puspadewi Tegaskan Tidak Ada Kepentingan Pribadi Dalam Proses Akuisisi PT. ASDP & PT. Jembatan Nusantara

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025). Agenda persidangan kali ini adalah pemeriksaan terdakwa, yang dihadiri oleh terdakwa Ira Puspadewi, bersama dua terdakwa lainnya Harry Muhammad Adhi Caksono dan Muhammad Yusuf Hadi

Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim, Ira memaparkan kronologi dan tahapan kerja sama antara PT ASDP dengan PT Jembatan Nusantara (JN) yang mulai dibahas sejak tahun 2019. Ira menjelaskan, rencana kerja sama tersebut bermula dari pembahasan internal manajemen ASDP pada April 2019 berdasarkan rekomendasi tim internal perusahaan.

“Pada waktu itu kami menyampaikan rencana kerja sama yang direkomendasikan oleh tim kami. Saya yang membawa konsep awal kerja samanya, kemudian diproses lebih lanjut di internal ASDP,” ujar terdakwa di hadapan majelis hakim.

Selanjutnya, direksi ASDP membentuk Tim Persiapan Kerja Sama melalui Surat Keputusan Direksi Nomor 16 Tahun 2019, menunjuk Wijaya Santosa sebagai ketua tim, dengan beberapa pejabat lain sebagai anggota. Tim tersebut menyiapkan seluruh dokumen dan tahapan kerja sama, serta melakukan pelaporan resmi kepada Dewan Komisaris dan Komisaris Utama ASDP.

“Kami membuat laporan tentang proses rencana kerja sama itu kepada Komisaris Utama melalui surat resmi yang dilayangkan pada tahun 2019,” tambahnya.

Sebelum perjanjian ditandatangani, ASDP melakukan kajian dan konsultasi mendalam kepada Dewan Komisaris. Rekomendasi kemudian diberikan pada 18 Oktober 2019, diikuti dengan penandatanganan perjanjian pelaksanaan kerja sama pada 30 Oktober 2019.

Selain itu, pada 11 Oktober 2019, ASDP juga mengirimkan surat kepada Menteri BUMN untuk meminta persetujuan atas kerja sama pengoperasian kapal bersama PT Jembatan Nusantara dan afiliasinya. Surat tersebut mendapat persetujuan prinsip dengan catatan agar tidak terjadi duplikasi atau tumpang tindih materi perjanjian.

Pada tahun 2020, ASDP menerima penawaran investasi atau divestasi saham dari PT Jembatan Nusantara. Penawaran itu dibahas dalam rapat konsultatif dengan Dewan Komisaris pada 23 Oktober 2020, seminggu setelah surat diterima.

“Kami berkonsultasi dengan Dewan Komisaris, dan pada prinsipnya kami berminat menindaklanjuti peluang divestasi tersebut dengan tetap mempertimbangkan arahan dan persetujuan dewan,” kata terdakwa.

Dalam tanggapan terhadap pertanyaan kuasa hukum, Ira menegaskan bahwa kerja sama (KSU) tersebut memberikan manfaat nyata bagi perusahaan. Menurutnya, pendapatan komersial meningkat, lintasan reguler bertambah, dan daya subsidi silang terhadap rute perintis ikut menguat.

“Dari kerja sama dengan JN, jumlah lintasan kami meningkat, pendapatan komersial naik, dan daya subsidi terhadap lintasan perintis juga bertambah,” jelasnya.

Kerja sama ini juga memungkinkan ASDP menambah layanan long-distance ferry, memperluas jangkauan rute seperti Surabaya – Lembar (NTB), yang dinilai lebih efisien bagi pengguna jasa.

Menanggapi pertanyaan jaksa soal sumber pendanaan, terdakwa menjelaskan bahwa KSU tidak menggunakan dana langsung dari kas ASDP, melainkan melalui mekanisme ekopay dan sistem reimbursement yang bersumber dari pendapatan operasional bersama.

Ia menambahkan, skema bisnis model ini berhasil menghasilkan topline senilai Rp300 miliar dengan modal bergulir Rp23 miliar, serta profit margin sebesar 23 persen tanpa menggunakan dana perusahaan. Model ini justru membantu perusahaan bertahan di masa pandemi, menjaga arus kas, dan menghindari PHK terhadap karyawan.

Dalam akhir keterangannya, Ira menyampaikan latar belakang kariernya di sejumlah BUMN dan perusahaan multinasional, serta menegaskan tidak pernah menerima atau meminta imbalan dari pihak mana pun terkait proyek kerja sama ini.

“Saya bersumpah, saya tidak pernah meminta atau menerima apa pun dari pihak PT Jembatan Nusantara maupun pihak lain,” ucapnya tegas.

“Kami tidak punya niat jahat dan tidak mengambil keuntungan pribadi. Kami mohon keadilan Yang Mulia, semoga kami dibebaskan dari tuduhan ini,” lanjutnya sambil menahan haru.

Usai sidang secara singkat, kuasa hukum terdakwa, Gunadi Wibakso dari kantor hukum Soesilo Aribowo & Rekan, menegaskan bahwa perkara ini seharusnya diuji secara objektif berdasarkan bukti hukum dan perhitungan kerugian negara yang sah.

“Kami menilai, perhitungan kerugian negara yang digunakan dalam perkara ini belum memiliki dasar hukum yang kuat. Berdasarkan ketentuan, hanya lembaga berwenang dan bersertifikasi yang berhak menghitung kerugian negara,” ujarnya.

Ia menegaskan, tidak ada bukti bahwa kliennya memperkaya diri sendiri ataupun merugikan keuangan negara. Seluruh keputusan bisnis telah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Komisaris, Kementerian BUMN, dan persetujuan rapat direksi.

“Kalau semua sudah melalui mekanisme perusahaan dan persetujuan Kementerian, lalu di mana letak kerugian negaranya? Ini murni keputusan bisnis, bukan tindak pidana,” tegas Gunadi.

Gunadi juga menambahkan bahwa kerja sama tersebut justru menghasilkan tambahan pendapatan bagi ASDP dan memperkuat misi pelayanan publik.

“KSU ini bukan kerugian, tapi keuntungan korporasi. ASDP justru bertumbuh dan mampu memperluas jaringan penyeberangan nasional,” pungkasnya.

Kasus ini berawal dari dugaan penyimpangan dalam Akuisisi antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT Jembatan Nusantara, yang oleh jaksa disebut berpotensi menimbulkan kerugian negara. Namun, pihak terdakwa dengan keterangannya bahwa seluruh tahapan kerja sama telah melalui kajian legal dan persetujuan regulator sesuai prinsip tata kelola korporasi.

(AR)

No More Posts Available.

No more pages to load.