Jaksa Bongkar Korporasi CPO Siapkan Rp 20 Miliar untuk Suap Majelis Hakim

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Sidang lanjutan perkara dugaan suap terhadap majelis hakim dalam kasus ekspor crude palm oil (CPO) kembali mengungkap fakta baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan bahwa pihak korporasi telah menyiapkan dana sebesar Rp 20 miliar untuk menyuap hakim agar menjatuhkan vonis bebas.

Hal itu diungkapkan jaksa Andi Setyawan saat membacakan surat dakwaan terhadap empat terdakwa, yakni Marcella Santoso, Ariyanto Bakri, Junaedi Saibih, dan Muhammad Syafei, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

“Marcella Santoso menyampaikan kepada Ariyanto bahwa ada bujet dari pihak korporasi sebesar Rp 20 miliar, permintaannya putusan bebas,” ujar jaksa Andi Setyawan.

Menurut jaksa, inisiatif untuk “mengurus perkara” itu muncul setelah pertemuan antara Marcella dan Muhammad Syafei yang saat itu menjabat sebagai Social Security License Wilmar Group. Dalam pertemuan yang terjadi sekitar Juni hingga Juli 2024 di sebuah restoran, keduanya membahas langkah untuk mempengaruhi putusan majelis hakim.

“Marcella Santoso mengatakan kepada terdakwa M. Syafei bahwa perkara ini harus diurus. Kemudian M. Syafei menyampaikan bahwa untuk putusan bebas, korporasi sudah menyiapkan uang sebesar Rp 20 miliar,” imbuh Andi.

Namun, menurut dakwaan, pemberian uang kepada hakim sudah terjadi lebih dahulu, bahkan sebelum pembahasan bujet Rp 20 miliar tersebut. Pada Mei 2024, Ariyanto Bakri selaku pengacara korporasi menyerahkan uang Rp 8 miliar kepada majelis hakim sebagai “uang baca berkas”. Dana itu kemudian dibagikan kepada tiga hakim dan dua pegawai pengadilan.

Tak berhenti di situ, pada Oktober 2024, dilakukan penyerahan suap tahap kedua. Dalam tahap ini, Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanta, meminta tambahan uang sebesar 3 juta dolar AS atau sekitar Rp 60 miliar.

“Awalnya Ariyanto menyanggupi permintaan tersebut, tetapi pada akhirnya hanya diserahkan sebesar 2 juta dolar AS atau setara Rp 32 miliar,” ungkap jaksa.

Dari dua kali transaksi suap ini, majelis hakim dan sejumlah pejabat pengadilan diduga menerima total Rp 40 miliar. Rinciannya, Muhammad Arif Nuryanta menerima Rp 15,7 miliar, Djuyamto selaku ketua majelis menerima Rp 9,5 miliar, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin masing-masing mendapat Rp 6,2 miliar, serta panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.

Sementara itu, Marcella Santoso bersama Ariyanto, Junaedi, dan Syafei didakwa memberikan suap kepada majelis hakim agar tiga korporasi CPO yang mereka wakili mendapat putusan lepas atau ontslag dalam perkara korupsi fasilitas ekspor tersebut.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a, dan/atau Pasal 13 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

(AR)

No More Posts Available.

No more pages to load.