Jaksa Sebutkan Adanya RKAP Importasi Gula Dalam Repliknya, Sebabkan Tuduhan Tak Lagi Relevan

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Sidang perkara dugaan korupsi importasi gula dengan salah satu terdakwa Hans Falitha Hutama kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (23/10/2025). Agenda persidangan hari ini diwarnai dengan pembacaan replik oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada pagi hari, yang kemudian langsung ditanggapi dengan duplik oleh tim kuasa hukum terdakwa siang harinya.

Dalam duplik yang dibacakan selama hampir satu jam, Agus menilai bahwa replik JPU tidak menyentuh pokok permasalahan hukum, melainkan hanya mengulang isi surat dakwaan dan tuntutan sebelumnya.

“Kami menolak seluruh isi replik karena pada dasarnya hanya mengulang dakwaan dan tuntutan. Namun ada beberapa poin yang perlu kami luruskan,” ujar Agus di hadapan majelis hakim.

Seusai persidangan, Kuasa hukum Hans Falitha, Agus Sudjatmoko dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo & Rekan, menyebutkan bahwa perubahan sikap JPU justru memperkuat pembelaan. Dalam repliknya, JPU mengakui adanya rapat koordinasi antar kementerian (RKAP) pada Desember 2015, padahal sebelumnya mereka menyatakan rapat tersebut tidak pernah ada.

“Awalnya jaksa bilang tidak ada rapat koordinasi. Sekarang mereka mengakui ada. Hanya saja mereka menambahkan alasan bahwa rapat itu tidak membahas teknis penugasan delapan perusahaan gula rafinasi. Padahal memang tidak harus dibahas di situ,” tegasnya.

Ia menerangkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117 Tahun 2015, rapat koordinasi antar kementerian hanya membahas jumlah gula yang akan diimpor, bukan soal teknis penugasan perusahaan.

“Menteri-menteri tentu tidak membahas teknis siapa yang ditugaskan. Teknisnya diserahkan ke kementerian terkait, yaitu Kementerian Perdagangan,” tambahnya.

Kuasa hukum juga menyoroti pandangan JPU terkait izin usaha industri (IUI) milik PT Berkah Manis Makmur (BMM). Menurutnya, JPU semula menyatakan bahwa PT. BMM tidak memiliki izin memproduksi gula kristal putih (GKP). Namun, dalam replik, penuntut umum justru mengakui bahwa izin tersebut ada.

“Dalam IUI disebutkan jelas bahwa PT BMM merupakan industri pemurnian gula, dan jenis produk yang dapat dihasilkan meliputi raw sugar, refined sugar, brown sugar, white sugar, hingga GKP. Jadi izinnya sah,” tegas Agus.

Ia menilai alasan JPU yang menyebut PT BMM tidak pernah memproduksi GKP sebagai hal yang keliru dan tidak relevan dengan izin hukum yang dimiliki perusahaan.

“Kalau izin ada, tapi belum diproduksi, itu soal strategi bisnis, bukan pelanggaran hukum. Sama seperti pabrik yang punya izin memproduksi dua jenis barang tapi memilih fokus pada satu karena faktor permintaan,” katanya.

Bagian penting lain dari duplik adalah mengenai status abolisi yang diterima oleh mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong terkait kebijakan impor gula yang menjadi dasar perkara ini. Agus menjelaskan bahwa abolisi bersifat menghapuskan perbuatan hukum (delik), bukan hanya memaafkan pelakunya.

“Abolisi itu berbeda dengan amnesti. Kalau amnesti, orangnya diampuni tapi perbuatannya tetap ada. Sedangkan abolisi menghapus perbuatannya itu sendiri. Artinya, kalau perbuatannya sudah dihapus, maka tidak ada dasar hukum untuk menuduh pihak lain melakukan tindak pidana dalam rangkaian peristiwa yang sama,” ujar Agus menjelaskan.

Menurutnya, karena dasar kebijakan impor tersebut telah dinyatakan tidak bersalah dan dihapus secara hukum melalui abolisi, maka pihak yang hanya menjalankan kebijakan , termasuk terdakwa Hans Falitha seharusnya juga tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

“Jika Menteri Perdagangan-nya sendiri sudah dinyatakan tidak bersalah, maka yang melaksanakan perintah juga tidak bisa dianggap melanggar hukum. Secara logika dan hukum, rangkaiannya harus konsisten,” imbuhnya.

Menutup dupliknya, tim penasihat hukum memohon agar majelis hakim menolak seluruh dalil penuntutan dan menyatakan terdakwa Hans Falitha Hutama tidak terbukti bersalah dalam perkara dugaan korupsi impor gula tersebut. Majelis hakim kemudian menetapkan sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan pada 30 Oktober 2025 mendatang.

“Kami yakin majelis hakim akan melihat fakta persidangan secara objektif. Secara hukum, tidak ada dasar untuk menyatakan Pak Hans bersalah,” tutup Agus optimis.

(AR)

No More Posts Available.

No more pages to load.