Jakarta, ebcmedia.id – Dua pihak dari Sungai Budi Group akan segera menjalani sidang perdana kasus dugaan suap terkait pengelolaan kawasan hutan di Provinsi Lampung. Sidang tersebut dijadwalkan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 11 November 2025.
Kedua terdakwa adalah Djunaidi (DJN) selaku Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), anak usaha Sungai Budi Group, dan Aditya Simaputra (ADT), staf perizinan perusahaan tersebut. Keduanya sebelumnya terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Agustus 2025.
“Menginfokan bila Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus telah meregister kasus OTT Inhutani,” kata Juru Bicara I PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (28/10/2025).
Dalam sidang perdana nanti, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK akan membacakan surat dakwaan terhadap keduanya. Keduanya diduga memberikan suap kepada Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady (DIC), terkait izin pengelolaan kawasan hutan di Lampung. Berkas perkara Dicky sendiri masih dalam tahap penyidikan terpisah.
“Menetapkan hari sidang pertama atau pembacaan dakwaan akan dilaksanakan pada 11 November,” lanjut Andi menambahkan.
Majelis hakim yang akan memeriksa perkara ini terdiri atas Teddy Windyartono sebagai ketua majelis, serta Dr. Nur Sari Baktiana dan Mulyono Dwi Purwanto sebagai hakim anggota.
Kronologi OTT dan Keterlibatan Para Tersangka
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK pada Kamis (14/8/2025) yang menjaring sembilan orang di empat wilayah berbeda: Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor. Dari hasil OTT itu, KPK menetapkan tiga tersangka, yaitu:
1. Dicky Yuana Rady (DIC) – Direktur Utama PT Inhutani V
2. Djunaidi (DJN) – Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng
3. Aditya (ADT) – Staf perizinan Sungai Budi Group
Ketiganya kemudian ditahan di Rutan Cabang KPK, Gedung Merah Putih, selama 20 hari sejak 14 Agustus hingga 1 September 2025.
Sebagai penerima suap, Dicky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Djunaidi dan Aditya sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Modus dan Aliran Uang Suap
Dalam konstruksi perkara, PT Inhutani V memiliki hak pengelolaan hutan di Lampung seluas ±56.547 hektare, di mana sekitar 55.157 hektare dikerjasamakan dengan PT PML. Hubungan kerja sama kedua perusahaan itu sempat terganjal masalah pajak dan dana reboisasi pada 2018, namun Mahkamah Agung pada 2023 memutuskan kerja sama tersebut tetap berlaku.
Setelah kerja sama berlanjut pada 2024, PT PML diduga mengalirkan dana miliaran rupiah kepada PT Inhutani V. Salah satunya termasuk Rp100 juta untuk keperluan pribadi Dicky. Tak lama kemudian, Dicky menyetujui perubahan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) yang menguntungkan PT PML.
Pada Juli 2025, Dicky disebut meminta satu unit mobil baru kepada Djunaidi yang kemudian dipenuhi. Sebulan berikutnya, Aditya menyerahkan uang SGD189.000 atau sekitar Rp2,4 miliar kepada Dicky di kantor PT Inhutani V. Uang itu bersamaan dengan pembelian Jeep Rubicon merah senilai Rp2,3 miliar.
(Dhii)








