Jakarta, ebcmedia.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menuntut tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dengan pidana penjara hingga delapan (8) tahun dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi akuisisi perusahaan pelayaran. Namun, pihak kuasa hukum terdakwa menilai tuntutan tersebut tidak berdasar fakta persidangan dan terlalu berat.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025), JPU menyatakan bahwa seluruh unsur dalam dakwaan telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
“Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Ira Puspadewi, Harry Muhammad Adhi Caksono, Muhammad Yusuf Hadi telah memenuhi rumusan delik atau unsur pasal yang didakwakan, yaitu melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar jaksa saat membacakan kesimpulan di hadapan majelis hakim.
Menurut JPU, perbuatan para terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam surat tuntutan setebal lebih dari 2.000 halaman tersebut, jaksa menyebut sejumlah hal yang memberatkan, yakni para terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan dianggap tidak mengakui perbuatannya serta berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
Sementara hal yang meringankan yang disebutkan dalam tuntutan tersebut antara lain para terdakwa bersikap sopan di persidangan dan belum pernah dihukum.
Atas dasar pertimbangan tersebut, jaksa kemudian menuntut:
1. Terdakwa Ira Puspadewi dijatuhi pidana 8 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta, subsidair 4 bulan kurungan pengganti.
2. Terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono, Muhammad Yusuf Hadi masing-masing dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta, subsidair 4 bulan kurungan pengganti.
3. Masa penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Para terdakwa tetap ditahan.
“Berdasarkan seluruh uraian dan analisa yuridis, kami menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana sebagaimana yang telah kami sebutkan dalam amar tuntutan ini,” tutup jaksa dalam persidangan.

Menanggapi tuntutan tersebut, kuasa hukum terdakwa, Soesilo Aribowo, menyampaikan kekecewaannya karena menilai surat tuntutan tidak mencerminkan fakta yang muncul selama persidangan.
“Kalau saya lihat dari dua ribu lebih halaman tuntutan itu, banyak uraian yang disampaikan penuntut umum tidak sesuai dengan fakta di persidangan, karena diambil dari BAP. Padahal keterangan yang sah secara hukum itu yang disampaikan di pengadilan, bukan di BAP,” ujar Soesilo seusai sidang.
Ia mempertanyakan fungsi persidangan apabila jaksa hanya mendasarkan tuntutannya pada hasil penyidikan. Dalam tuntutannya jaksa juga menyebut para terdakwa berbelit-belit dalam memberikn keterangan, menurut kuasa hukum hal itu tidak berdasar.
“Kalau BAP lurus dengan surat dakwaan, lalu dakwaan lurus dengan surat tuntutan, jadi gunanya persidangan apa? dan tiga direksi ini tidak pernah mempersulit jalannya persidangan. Mereka justru ingin membuktikan bahwa apa yang dilakukan itu benar. Jadi, terlalu tidak berdasar kalau dikatakan berbelit-belit, padahal jaksa sendiri belum bisa membuktikan” tegasnya.
Lebih lanjut, Soesilo menyebut tuntutan delapan (8) tahun penjara terlalu berat dan tidak adil karena tidak ada satu pun dari para terdakwa yang menikmati keuntungan pribadi dari transaksi akuisisi tersebut.
“Kalau mereka mendapat uang, mungkin tuntutan itu bisa dimaklumi. Tapi kalau sama sekali tidak ada kepentingan, tidak ada niat jahat, dan tidak mendapatkan satu rupiah pun, saya kira tuntutan delapan tahun itu tidak bijaksana dan tidak adil,” katanya.
Terkait kerugian negara yang disebut jaksa mencapai Rp1,253 triliun, Soesilo menilai angka tersebut tidak masuk akal.
“Kalau ASDP mengeluarkan Rp1,272 triliun untuk akuisisi, lalu dikatakan merugikan negara Rp1,253 triliun, berarti selisihnya cuma Rp19 miliar. Logikanya, kalau ada perusahaan sebesar itu dijual Rp19 miliar, seribu orang pun pasti mau beli. Ini tidak logis,” ujarnya.
Ia juga menyoroti metode perhitungan kerugian negara yang digunakan dalam tuntutan, juga belum adanya deklarasi kerugian negara dari BPK maupun BPKP.
“Perhitungannya bukan dari lembaga resmi seperti BPK atau BPKP, tapi hanya dari internal sendiri. Itu juga akan kami bantah dalam pledoi nanti, termasuk tuduhan perbuatan melawan hukum yang disebut jaksa,” tambahnya.
Sebagai langkah lanjutan, tim kuasa hukum akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pekan depan. Dalam pledoi itu, pihaknya juga akan melampirkan amicus curiae atau pendapat hukum dari pihak independen untuk memperkuat pembelaan.
“Kami akan menyampaikan pembelaan minggu depan bersama amicus curiae, dengan harapan bisa menjadi pertimbangan yang objektif bagi majelis hakim,” pungkas Soesilo.
(AR)










