Jakarta, ebcmedia.id – Sidang Putusan yang dipimpin oleh Ketua Mejelis Hakim Rios Rahmanto menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara kepada Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta periode 2020–2024, Iwan Henry Wardhana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Ia dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam proyek pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif di lingkungan Dinas Kebudayaan.
“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP,” ujar Ketua Majelis saat membacakan amar putusannya.
Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 11 tahun kepada Iwan, disertai denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta mewajibkannya membayar uang pengganti sebesar Rp13,53 miliar subsider 5 tahun kurungan.
Dalam putusannya, majelis hakim menyebutkan bahwa tindak pidana yang dilakukan Iwan dan para terdakwa lainnya menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp36,32 miliar. Selain Iwan, hakim juga menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa lain, yakni Mohamad Fairza Maulana dan Gatot Arif Rahmadi.
Fairza, yang menjabat sebagai Plt Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta sejak Juni 2023 hingga Desember 2024 sekaligus Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), divonis 6 tahun penjara. Ia juga dijatuhi denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp841,5 jutasubsider 3 tahun kurungan, dengan memperhitungkan penyitaan uang Rp1,06 miliar yang telah dikembalikan ke negara.
Sementara itu, Gatot Arif Rahmadi, pemilik Event Organizer Gerai Production (GR PRO) sekaligus pelaksana kegiatan Pergelaran Kesenian Terpilih (PKT), Pergelaran Seni Budaya Berbasis Komunitas (PSBB Komunitas), serta Jakarnaval, dijatuhi hukuman 8 tahun penjara. Ia juga dikenakan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungandan diwajibkan membayar uang pengganti Rp13,26 miliar subsider 3 tahun kurungan, dengan memperhitungkan aset yang telah disita penyidik.
Usai persidangan, terdakwa Iwan Henry Wardhana menyampaikan kekecewaannya terhadap putusan yang dijatuhkan. Ia menilai majelis hakim tidak mempertimbangkan bukti dan keterangan yang telah disampaikan selama proses persidangan.
“Saya merasa kecewa dengan keputusan majelis hakim, karena seluruh bukti yang saya sampaikan selama persidangan tidak dijadikan bahan pertimbangan. Tidak ada satu pun bukti yang membuktikan saya melakukan korupsi sebagaimana didakwakan,” ujar Iwan seusai sidang.
Iwan menjelaskan bahwa sebagai pengguna anggaran, dirinya telah melimpahkan seluruh kewenangan kepada kuasa pengguna anggaran (KPA) sesuai mekanisme dalam peraturan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Dalam pelaksanaan pengadaan, saya sudah memberikan kuasa penuh kepada KPA. Pelimpahan itu bersifat delegatif, artinya tanggung jawab dan tanggung gugat berada pada kuasa pengguna anggaran. Hal ini juga telah dijelaskan oleh saksi ahli di persidangan, tetapi tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim,” katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa beberapa bukti transfer yang dijadikan dasar perhitungan oleh jaksa penuntut umum tidak relevan dengan perkara, termasuk transaksi pribadi dengan anggota keluarganya.
“Tidak ada satu pun bukti transfer yang menunjukkan saya menerima uang hasil korupsi. Bahkan uang Rp100 juta yang saya transfer ke adik saya sudah saya kembalikan. Tapi hal itu tetap diperhitungkan sebagai kerugian negara, padahal dalam berita acara pemeriksaan pun sudah jelas disebutkan bahwa uang tersebut bukan hasil korupsi,” tegasnya.
Iwan juga menyinggung adanya dugaan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen proyek pengadaan yang melibatkan pihak lain.
“Ada tanda tangan saya yang dipalsukan dalam dokumen pengadaan barang dan jasa. Ahli kaligrafi forensik juga sudah menyatakan itu di persidangan, tapi tetap saja tidak dijadikan bahan pertimbangan,” ujar Iwan.
Iwan menyebut akan berkoordinasi dengan tim kuasa hukumnya untuk memutuskan langkah hukum selanjutnya.
“Saya dan penasihat hukum akan berdiskusi dalam waktu dekat untuk menentukan langkah berikutnya. Kami akan mempelajari putusan ini secara menyeluruh sebelum memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak,” katanya.
Ia menutup pernyataannya dengan nada reflektif, mempertanyakan arah keadilan di Indonesia.
“Kalau seperti ini cara keadilan ditegakkan, saya benar-benar sedih dan bingung dengan apa yang sedang terjadi di pengadilan kita,” tutupnya.
Dalam dakwaan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut bahwa perbuatan para terdakwa telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp36,3 miliar, dan Iwan Henry Wardhana diduga menerima keuntungan pribadi senilai Rp16,2 miliar dari praktik korupsi tersebut.
(AR)










