Jakarta, ebcmedia.id – Setelah 13 tahun menunggu kejelasan nasib, ribuan mantan karyawan PT Kertas Leces (Persero) Probolinggo kembali melanjutkan perjuangan mereka melalui jalur hukum. Selasa (4/11/2025), rombongan para pekerja mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menghadiri sidang perdana perkara perdata Nomor 716/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst.

Sebelum memasuki ruang sidang, para eks buruh menggelar briefing bersama tim kuasa hukum dari Kantor Hukum ENP & Rekan yang dipimpin oleh Eko Novriansyah Putra, S.H., didampingi Dr. Sahat Poltak Siallagan, S.H., M.H., dan Alfons Manuel P. Napitupulu, S.H., M.H.
Eko menyampaikan apresiasi atas semangat dan solidaritas para mantan karyawan yang rela datang jauh-jauh dari Probolinggo untuk mengawal proses hukum ini. Ia juga berterima kasih kepada berbagai serikat dan organisasi pekerja yang memberikan dukungan moral dan kehadiran langsung di lokasi.
“Sidang hari ini beragendakan pemeriksaan legal standing sekaligus mediasi. Kami berharap Menteri Keuangan dapat hadir langsung, minimal melalui telekonferensi, karena itu merupakan ketentuan dari Mahkamah Agung,” ujar Eko di hadapan peserta briefing.
Dukungan terhadap perjuangan eks buruh Leces datang dari berbagai elemen pekerja nasional, di antaranya SBSI, Federasi Serikat Pekerja Kebangsaan PERKASA, PPMI Kota Bekasi, Forum Bersama Federasi Serikat BUMN, SPSI, serta Serikat Pekerja Yantek PLN.
Namun hingga sidang dimulai, pihak tergugat Menteri Keuangan Purbaya belum tampak hadir. Pihak sekretariat PN Jakarta Pusat juga belum menerima konfirmasi resmi mengenai kehadiran dari pihak tergugat.
Sementara itu, M. Arham, selaku koordinator eks karyawan PT Kertas Leces, menegaskan bahwa perjuangan mereka murni untuk menuntut hak yang sudah sah secara hukum, bukan bentuk permohonan belas kasihan.
“Kami tidak meminta lebih. Kami hanya menagih hak kami sebesar Rp145,9 miliar yang sudah diakui. Kalau 14 sertifikat aset perusahaan mau dilelang oleh kurator, silakan saja. Yang penting hak kami segera dibayar,” tegas Arham.
Sidang ini menjadi momentum penting setelah lebih dari satu dekade mereka menunggu penyelesaian. Sejak PT Kertas Leces dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya, ribuan pekerja kehilangan kepastian. Proses restrukturisasi berjalan tertutup, sementara hak pesangon, upah tertunda, dan jaminan sosial tak kunjung dipenuhi.
Berulang kali pertemuan antara serikat pekerja, kurator, dan pemerintah daerah diadakan, namun tak satu pun menghasilkan solusi konkret. Kini, para buruh hanya menuntut tiga hal utama:
1. Pembayaran penuh seluruh pesangon dan upah yang belum dibayarkan.
2. Transparansi dalam proses hukum serta pengelolaan aset perusahaan.
3. Pelibatan perwakilan pekerja dalam proses restrukturisasi.
Lebih dari sekadar urusan kompensasi, perjuangan eks karyawan Leces menjadi simbol keteguhan kaum buruh Indonesia dalam menegakkan keadilan sosial. Mereka ingin menunjukkan bahwa setiap pabrik yang berhenti beroperasi meninggalkan kisah manusia, para pekerja yang kehilangan mata pencaharian namun tak kehilangan keberanian.
“Kalau bukan kami yang memperjuangkan, siapa lagi? Kami hanya ingin keadilan yang seharusnya kami terima,” ujar salah satu perwakilan serikat dengan suara bergetar.
Kini, ribuan eks pekerja Leces menaruh harapan besar pada putusan PN Jakarta Pusat, agar perjuangan panjang mereka akhirnya menemui titik terang dan negara kembali hadir untuk melindungi para buruh yang selama ini menjadi tulang punggung industri nasional.
(AR)







