Bekasi, ebcmedia.id – Kejaksaan Republik Indonesia bersama pemerintah daerah se-Jawa Barat meneguhkan komitmen kerja sama melalui penandatanganan Nota Kesepahaman di Gedung Swatantra Wibawa Mukti, Komplek Perkantoran Pemkab Bekasi. Langkah ini merupakan bagian dari persiapan pelaksanaan pidana kerja sosial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan mulai berlaku pada tahun 2026.

Penandatanganan dilakukan antara Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta para Kepala Kejaksaan Negeri dengan Bupati dan Wali Kota di wilayah Jawa Barat. Kolaborasi ini menandai keseriusan kedua pihak dalam mengawal transformasi sistem pemidanaan nasional menuju arah yang lebih humanis dan edukatif.
Kebijakan pidana kerja sosial ini menuntut kolaborasi lintas sektor. Kejaksaan sebagai pelaksana putusan pengadilan akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menempatkan terpidana kerja sosial dalam program pembimbingan di fasilitas umum milik pemerintah daerah, sesuai amanat Pasal 65 huruf e KUHP 2023.
Pidana kerja sosial sendiri merupakan pidana pokok alternatif dari pidana penjara yang dijalankan di tempat publik. Kebijakan ini muncul sebagai solusi atas kurang efektifnya pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan, terutama bagi pelaku tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun.
Melalui penerapan sistem baru ini, diharapkan para terpidana dapat berkontribusi positif bagi masyarakat. Pelaksanaan pidana kerja sosial menjadi cerminan wajah penegakan hukum yang adaptif, adil, dan humanis, sejalan dengan nilai-nilai keadilan sosial yang hidup di tengah masyarakat.
Bentuk pelaksanaan pidana kerja sosial nantinya disesuaikan dengan kebutuhan daerah, seperti membersihkan tempat ibadah atau fasilitas umum, membantu panti asuhan, atau memberikan layanan di panti sosial.
Dalam sambutannya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum. menegaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya formalitas semata.
“Penandatanganan Nota Kesepahaman bukanlah sekadar acara seremonial belaka, tetapi adalah perwujudan nyata sinergi kelembagaan dalam mendukung penerapan pidana kerja sosial yang terencana, terukur, dan berkeadilan,” ujarnya, Selasa (4/11/2025).
Ia menambahkan, konsep pidana kerja sosial adalah bentuk pemidanaan modern yang menitikberatkan pada pembinaan dan kemanusiaan.
“Pidana kerja sosial merupakan model alternatif pemidanaan yang membina pelaku tindak pidana di luar penjara, tidak memiliki unsur paksaan, tidak ada komersialisasi, dan harus sesuai peraturan perundang-undangan,” jelas JAM-Pidum.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa sistem ini memberi kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki diri dan berbuat baik di tengah masyarakat.
“Karena pada hakikatnya, setiap manusia tidak dilahirkan untuk berbuat salah, namun selalu ada kesempatan untuk berbuat kebaikan dan perbaikan,” imbuhnya.
Di penghujung pidato, Asep Nana Mulyana menegaskan pentingnya kerja sama lintas lembaga.
“Kerjasama ini tidak ditentukan oleh siapa yang paling hebat, tapi ditentukan oleh siapa yang mampu bekerjasama,” pesannya.
Melalui langkah konkret ini, Jawa Barat menjadi pionir dalam implementasi pidana kerja sosial di Indonesia, sebagai bagian dari upaya mewujudkan sistem hukum nasional yang humanis dan bermanfaat bagi masyarakat.
Acara tersebut turut dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi Kejaksaan Babul Khoir Harahap, Jaksa Agung Muda Pidana Militer Mayjen TNI Dr. M. Ali Ridho, Jaksa Agung Muda Pengawasan Dr. Rudi Margono, serta sejumlah pejabat tinggi Kejaksaan dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, termasuk Gubernur H. Dedy Mulyadi dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Dr. Hermon Dekristo beserta jajarannya.
(Ra)


											




