Ira Puspadewi Dirut ASDP di Sidang Pledoi: “Saya Tidak Korupsi, Tapi Dikriminalisasi”

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia.id – Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, membacakan nota pembelaan pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/11/2025). Dalam pledoinya, Ira menegaskan dirinya tidak pernah melakukan korupsi, dan menilai perkara yang menjeratnya hanyalah bentuk kriminalisasi terhadap profesional BUMN yang berani berinovasi.

Foto: AR

“Saya tidak korupsi sepeserpun. Saya ditahan bukan karena kejahatan, tapi karena terobosan yang menguntungkan negara diframing seolah korupsi,” tegas Ira di hadapan majelis hakim.

Ira bersama dua mantan direksi lainnya Yusuf Hadi dan Harry MAC didakwa merugikan keuangan negara dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP senilai Rp 1,272 triliun. Jaksa menduga akuisisi tersebut menyebabkan kerugian negara Rp 1,253 triliun atau 98,5 persen dari nilai transaksi. Namun dalam pledoinya, Ira menyebut tuduhan itu tidak berdasar dan sarat rekayasa.

Ira menjelaskan, nilai kerugian yang dijadikan dasar dakwaan bukan berasal dari BPK maupun BPKP, melainkan dari auditor internal KPK yang dibantu seorang dosen ITS. Padahal, kata dia, BPK sudah menyatakan akuisisi dilakukan sesuai aturan dan tidak ditemukan pelanggaran.

“Kerugian negara itu dibuat sendiri oleh auditor internal KPK. Kapal yang masih beroperasi dan menghasilkan pendapatan Rp 600 miliar per tahun dianggap besi tua. Ini logika yang dipelintir,” ujarnya.

Ia mencontohkan, kapal Royal Nusantara berbobot 6.000 GT yang memiliki nilai pasar Rp 121 miliar dinilai hanya Rp 12 miliar.

“Kalau benar akuisisi ini kemahalan 98,5 persen, berarti 53 kapal itu hanya seharga Rp 19 miliar, ini tidak masuk akal,” lanjutnya.

Menurut Ira, BPKP bahkan menolak permintaan KPK untuk menghitung kerugian negara, karena tidak menemukan dasar hukum yang sah.

Akuisisi yang Justru Untungkan Negara

Dalam pledoinya, Ira menegaskan bahwa akuisisi PT Jembatan Nusantara justru menguntungkan ASDP dan negara. ASDP, kata dia, mendapatkan tambahan 53 kapal komersial dan 53 izin operasi baru di tengah moratorium izin penyeberangan komersial.

“ASDP membeli perusahaan ferry terbesar di Indonesia hanya 60 persen dari nilai asetnya. Ini langkah bisnis strategis, bukan perbuatan melawan hukum,” jelasnya.

Dengan akuisisi tersebut, kapal komersial ASDP naik 70 persen, laba meningkat, dan kemampuan subsidi silang terhadap layanan perintis di daerah 3T semakin kuat. Ahli manajemen Prof. Renald Kasali bahkan menyebut langkah itu sebagai “terobosan strategis BUMN yang perlu ditiru, bukan dikriminalisasi.”

Ira memaparkan sederet terobosan besar yang dilakukan selama kepemimpinannya di ASDP. Di antaranya:

* Digitalisasi tiket di 35 pelabuhan ASDP dan 19 pelabuhan non-ASDP;

* Penerapan Ship Management System untuk memantau operasional kapal secara real time;

* Pembangunan Bakauheni Harbour City dan Hotel Bintang Lima di Labuan Bajo yang menjadi venue KTT ASEAN 2023;

* Revitalisasi dermaga Merak yang terbengkalai selama 18 tahun;

* Pengembangan layanan eksekutif lintasan Merak–Bakauheni sebagai sumber subsidi silang bagi rute 3T.

ASDP di bawah kepemimpinan Ira juga menjadi satu-satunya BUMN transportasi yang tetap mencetak laba di masa pandemi COVID-19.

“Kami tidak hanya membangun perusahaan, tapi juga meningkatkan peradaban. Bahkan menjaga kebersihan toilet di kapal menjadi bagian dari standar pelayanan dan martabat bangsa,” katanya.

Dalam pledoinya yang penuh emosi, Ira juga menyinggung integritas pribadinya. Ia mengaku hidup sederhana meski menjabat direktur utama BUMN besar.

“Mobil saya Mazda 2012, saya selalu naik pesawat kelas ekonomi, jarang libur. Anak-anak saya bukan pencari proyek, mereka dosen dan peneliti yang pulang untuk Indonesia,” ungkapnya.

Ira menambahkan, seluruh keputusan bisnis yang diambilnya di ASDP dilakukan atas dasar tanggung jawab profesional dan untuk kepentingan perusahaan, bukan pribadi.

“Integritas keluarga ini bukan sandiwara,” tegasnya.

Ira juga menyinggung fenomena kriminalisasi terhadap para profesional di perusahaan negara. Ia menyebut beberapa nama yang mengalami hal serupa, seperti Karen Agustiawan (Pertamina), RJ Lino (Pelindo), dan Nur Pamuji (PLN).

“Kriminalisasi seperti ini menghancurkan profesionalisme, mematikan keberanian berinovasi, dan menghambat kemajuan bangsa,” ujarnya.

Ia menilai, hukum semestinya melindungi profesional yang bekerja untuk kepentingan negara, bukan menjebak mereka dengan tuduhan yang tidak berdasar.

“Kalau hukum membunuh keberanian berinovasi, maka kemajuan bangsa ikut dikubur,” katanya di hadapan majelis hakim.

Menutup pledoinya, Ira menyampaikan doa dan keyakinan bahwa keadilan akan ditegakkan.

“Hasbunallah wa ni‘mal wakil. Saya percaya kebeningan hati Majelis Hakim akan menghadirkan pengadilan sejati, bukan penghukuman,” ucapnya.

Ia berharap sidang ini menjadi momentum refleksi agar aparat penegak hukum tidak lagi memenjarakan profesional BUMN yang bekerja dengan integritas.

“Yang saya perjuangkan hanyalah kemajuan ASDP dan negeri ini, bukan keuntungan pribadi,” tutupnya.

(AR)

No More Posts Available.

No more pages to load.